Skandal Dwi Hartanto Bisa Jadi Pelajaran Mahal

Dwi Hartanto (kiri)
Sumber :
  • Dokumentasi Pribadi Dwi Hartanto

VIVA.co.id – Terbongkarnya kebohongan seorang mahasiswa program doktoral TU Delft Belanda, Dwi Hartanto, yang mengklaim punya segudang prestasi, tengah menjadi buah bibir pemberitaan. Begitu terbongkar, Dwi meminta maaf kepada masyarakat dan ilmuwan Indonesia atas kesalahannya tersebut.

Professor dan Koordinator program Urban Studies and Planning dari Savannah State University, Amerika Serikat, Deden Rukmana, mengaku prihatin dengan apa yang dilakukan Dwi. 

Deden mengaku pernah bertemu dengan Dwi dalam kegiatan Visiting World Class Professor yang diadakan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi pada 17-24 Desember 2016. Dalam forum itu, Deden dan Dwi merupakan bagian lebih dari 40 ilmuwan diaspora Indonesia yang mengajar dan meneliti di berbagai belahan dunia. 

Awalnya dia kagum dan bangga dengan prestasi Dwi, belakangan Deden ikut menyelidiki klaim deretan prestasi pria usia 35 tahun tersebut. 

"Kebohongan yang dilakukan oleh Dwi Hartanto juga merusak nama baik ilmuwan secara umum. Ilmuwan adalah suatu profesi yang memerlukan integritas dan kode etik yang tinggi," tulis Deden dalam postingan di Facebooknya, yang dikutip Minggu 8 Oktober 2017. 

Dia menuturkan, ilmuwan adalah profesi yang disertai nilai luhur dan tanggung jawab kepada peradaban manusia. Ilmuwan memerlukan integritas dan kode etik yang tinggi. Menurut Deden, bidang keilmuwan tak akan berkembang bila pelakunya tak memiliki integritas menjaga kejujuran dan objektivitas bidangnya. 

Deden mengakui terbongkarnya kebohongan Dwi bisa menjadi pelajaran positif dan hikmah bagi bangsa Indonesia. 

"Hal positif yang ditemui di kasus ini adalah bahwa masyarakat Indonesia haus dengan berita inspiratif tentang warga Indonesia yang berprestasi tinggi di luar negeri," ujarnya. 

Menurut Deden, banyak ilmuwan Indonesia berprestasi di luar negeri, namun mereka terus tekun tak meminta publisitas media massa untuk mengabarkan prestasinya. 

Deden berpandangan kesalahan wajar bagi tiap insan termasuk ilmuwan. Dia memaklumi apa yang dilakukan Dwi namun tetap harus bertanggung jawab atas kebohongannya tersebut. 

Menurut Deden, popularitas Dwi tak lepas dari peran media massa yang menurutnya dalam konteks ini, lemah mengecek validitas data. Hikmah dari kasus ini, media harus waspada dengan berita bohong alias hoaks. 

"Berita bohong adalah sumber dari beragam penyakit di masyarakat. Kita pun sebagai masyarakat pembaca mesti bersikap kritis bilamana ditemukan adanya kejanggalan dalam isi berita yang disampaikan," kata dia.

Hikmah lainnya yang bisa dipetik dari kasus Dwi, menurut Deden, yaitu bagaimana Kedubes Indonesia di luar negeri melalui Atase Pendidikan dan Kebudayaan bisa membuat data keberadaan ilmuwa asal Indonesia di luar negeri. Deden mengatakan, Kedubes Indonesia di luar negeri bisa menyontoh langkah KBRI di Washington DC yang telah memuat data ilmuwan Indonesia di Negeri Paman Sam. 

"Keberadaan data ilmuwan ini tentunya akan memberikan manfaat banyak bagi banyak pihak termasuk wartawan yang ingin menulis berita tentang ilmuwan Indonesia," ujarnya.  

Minta Maaf

Dalam klarifikasi tertulis, Dwi memohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak yang dirugikan atas informasi bohong yang dia sebarkan. 

"Saya mengakui dengan jujur kesalahan/kekhilafan dan ketidakdewasaan saya, yang
berakibat pada terjadinya framing, distorsi informasi atau manipulasi fakta yang sesungguhnya secara luas yang melebih-lebihkan kompetensi dan prestasi saya. Saya sangat berharap bisa berkenan untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya," katanya. 

Dwi berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya kembali, akan terus berkarya dan berkiprah sesuai kompetensinya dan akan menolak semua pemberitaan dan undangan resmi di luar kompetensinya.  

“Perbuatan tidak terpuji/kekhilafan saya seperti yang tertulis di dokumen ini adalah murni perbuatan saya secara individu yang tidak menggambarkan perilaku pelajar maupun alumni Indonesia di TU Delft secara umum,” tulisnya. (ren)