Ekonomi Tumbuh & Demokrasi Mekar di Era SBY

VIVAnews - Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dinilai sukses menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan agenda demokratisasi. Situasi ini berbeda dengan era Orde Baru di mana ekonomi tumbuh namun demokrasi terabaikan.

"Jangan seperti era Soeharto," kata Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Sukses Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, Bara Hasibuan. "Waktu itu, pertumbuhan ekonomi bisa dikejar pada angka tujuh persen tapi itu dilakukan dengan biaya yang begitu mahal," kata Bara dalam diskusi bertema ”Mencegah Kemunduran Demokrasi Pasca-Pilpres 2009” di Jakarta, Kamis 11 Juni 2009.

Biaya yang mahal itu seperti pelanggaran hak asasi manusia di berbagai tempat, korupsi merajalela, kebocoran anggaran, dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Untuk contoh terbaru, menurut Bara, adalah Rusia selama era pemerintahan Vladimir Putin. Menurutnya, Rusia hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata namun di sisi lain, peran oposisi terbatasi dan pembunuhan-pembunuhan misterius sering terjadi.

Karena itu, menurut Bara, untuk saat ini figur pasangan SBY-Boediono masih menjadi kandidat yang paling pas. ”Platform mereka jelas, yang menekankan pentingnya aspek keadilan dalam pertumbuhan ekonomi,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima VIVAnews.

Pengamat sosiologi politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito menilai selama satu dekade reformasi, capaian-capaian demokrasi dan demokratisasi telah menjadi fakta historik. Pada aras negara, banyak terobosan yang  berarti yang diinisiasi oleh pemerintah dan parlemen untuk meletakkan dasar bagi capaian perubahan sebagaimana mandat reformasi.

”Kemajuan di bidang hak-hak sipil dan politik menunjukkan magnitudo yang luar biasa, jauh dibandingkan era-era sebelumnya. Jaminan itu berwujud dalam regulasi atau kebijakan yang bertujuan untuk memastikan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya sesuai mandat konstitusi kita,” ujar Jito, begitu panggilannya.

Dalam hal hubungan sipil-militer, menurut Arie, mengalami pasang surut di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid. Kemudian di era Megawati, justru mengalami penurunan. ”Nah, di masa pemerintahan SBY, pemerintah mampu mengurangi keterlibatan negara di bidang politik."

Arie menambahkan, agenda reformasi birokrasi juga berjalan dengan baik. Ide-ide pemberantasan korupsi untuk memperkuat good governance, perlu dilanjutkan. Dengan demikian, dukungan masyarakat akan semakin besar.
Selain itu, menurutnya, upaya pengentasan kemiskinan meningkat di daerah-daerah. ”Ada rasionalisasi APBD. Anggaran untuk birokrasi menurun, sementara budget untuk kepentingan masyarakat meningkat,” ujar Arie.

Dalam hal penguatan hubungan pusat-daerah, Arie menilai bahwa terjadi peningkatan kualitas dalam beberapa tahun belakangan. ”Contohnya, di Aceh tercipta perdamaian. Situasi di Papua membaik, walaupun perlu terus didorong upaya-upaya yang lebih positif,” jelasnya. 

Sementara itu, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Partai Persatuan Pembangunan, Fachrudin, yang juga hadir sebagai pembicara mengingatkan bahwa mansyarakat perlu memperhatikan  track record (rekam jejak) para pasangan calon presiden dan wakil presiden. Fachrudin mengatakan, publik perlu untuk mengenal calonnya, karena figur-figur para calon presiden dan wakil presiden sangat gampang dimanipulasi oleh iklan-iklan sederhana.

”Seberapa besar dia punya komitmen untuk penegakan HAM. Karakter harus diuji dari pengalaman. Hal ini penting diukur, karena integritas, moral, karakter itu bersifat mengendap, dan bisa muncul kembali."

arfi.bambani@vivanews.com

Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapat 61 Persen Saham Freeport Indonesia, Meski Alot Negosiasinya
Salwan Momika Bakar Al-Quran

Pembakar Al-Quran Salwan Momika 'Diusir' dari Swedia, Kini Pindah ke Norwegia

Salwan Momika, seorang pria yang dahulu beragam Islam namun berpindah keyakinan menjadi Kristen asal Irak, mengatakan bahwa dia telah meninggalkan Swedia dan tiba di Norw

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024