Korupsi KBRI di Singapura

KPK Dalami Keterlibatan Dubes RI Untuk AS

VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi tengah mendalami keterlibatan mantan Sekertaris Jenderal Departemen Luar Negeri Sujadnan Parnohadinigrat. Duta Besar RI untuk Amerika Serikat itu diduga ikut terlibat dalam korupsi di Kedutaan Besar RI di Singapura.

"Kami akan koordinasi dengan Departemen Luar Negeri," kata Wakil Ketua Komisi Bibit Samad Riyanto, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 15 Mei 2009. "Ada pertimbangan diplomatik."

Fakta persidangan menunjukkan, Sudjadnan menerima uang US$ 200 ribu dalam renovasi di Kedutaan Besar Indonesia di Singapura.  Dalam kasus ini dua mantan pejabat Departemen Luar Negeri telah divonis bersalah. Mereka adalah mantan Duta Besar RI untuk Singapura, Muhammad Slamet Hidayat, dan Kepala Tata Usaha Kedutaan, Erizal.

Menurut Bibit, komisi juga tengah mempelajari keterlibatan rekanan proyek, Jhon Lee Ah Kuang. "Kita melihat posisinya karena dia adalah Warga Negara Singapura," kata dia. Bibit menjelaskan Singapura punya azas hukum yang berbeda. "Kita hormatilah hukum di sana," jelas dia.

Kasus yang melibatkan banyak petinggi Departemen Luar Negeri ini berawal dari rencana Slamet Hidayat merenovasi KBRI Singapura. Tepatnya pada 2003, ketika Kedutaan Indonesia berniat merenovasi kantor, wisma duta besar, dan wakil duta besar, serta rumah dinas pejabat kedutaan. Kompleks bangunan di Chatsworth Road yang didirikan pada 1985 ini diberitakan sebagai tempat terkotor di Negeri Merlion itu.

Kedutaan mengajukan dana renovasi US$1,988 juta atau sekitar Rp 17 miliar. Permintaan anggaran ini kemudian diteruskan Sudjadan Parnohadiningrat, Sekertaris Jenderal Departemen Luar Negeri saat itu, ke Departemen Keuangan. Hampir seluruh permintaan disetujui Departemen Keuangan kucurkan uang Rp 16,4 miliar.

Renovasi kemudian dilaksanakan oleh Ben Soon Heng Enineering Enterprise, perusahaan milik Jhon Lee Ah Kuang, warga Singapura. Jhon sudah 10 tahun menjadi rekanan kedutaan RI. Ia adalah penyedia jasa kebersihan (cleaning service).

Pengerjaan renovasi berakhir pada November 2003. Jhon kemudian menagih pembayaran, yang dibayar pada 31 Desember 2003. Dalam lembar tagihan, Johan menulis jumlah S$3,38 juta dan dibayar kedutaan S$ 3,284 juta. Sisanya S$96.164 atau sekitar Rp 570 juta dinyatakan sebagai utang kedutaan.

Fakta persidangan menyatakan uang yang diterima Jhon hanya S$ 1,68. Itupun dicicil 10 kali. Sisanya S$ 1,697 juta dikantongi pejabat kedutaan. Duit itu dibagikan ke beberapa orang.

Erizal selaku bendahara kedutaan mengaku telah memotong dana renovasi gedung sebesar S$ 1,134 juta. Atas arahan Duta Besar Mohammad Slamet Hidayat dibagikan ke lima orang. Antara lain, Sudjadnan Parnohadiningrat yang saat itu Sekertaris Jenderal Departemen Luar Negeri sebesar US$ 200 ribu. Duit itu diserahkan tunai saat Sujadnan berada di Singapura. Kejadiannya antara Maret dan April 2004. Atas perintah Sudjadnan, uang sebesar US$15 ribu diserahkan ke istri Sujadnan, Nunung.

Selain itu menurut Jaksa, uang tersebut juga mengalir ke Arizal Efendi sebesar US$ 20 ribu dan Wiwiek Setyawati sebesar US$ 40 ribu. Wiwiek terakhir menjabat sebagai Direktur Hak Asasi Manusia di Departemen Luar Negeri.

Selain itu, duit dikucurkan kepada Slamet Hidayat sendiri sebesar S$ 280 ribu, Eddie Suryanto Harijadhi selaku wakil duta besar dan penanggungjawab tender renovasi sebesar S$ 190 ribu dan staf Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan Sutarni sebesar US$ 120 ribu. Sisanya, S$ 120 ribu untuk Erizal sendiri.

Terpopuler: Deretan Negara Bantu Israel, Pendeta Gilbert Dilarang ke Makassar hingga Iran Diserang
Gerakan olahraga russian twist

Terpopuler: Negara Tanpa Malam hingga Olahraga Ringan Setelah Lebaran

Round-up kanal Lifestyle pada Jumat, 19 April 2024. Salah satunya tentang deretan olahraga ringan yang bisa dilakukan setelah lebaran.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024