UU Pilpres Dinilai Rugikan Peneliti

VIVAnews - Asosiasi Riset Opini Publik Indonesa (Aropi) menggugat Undang-Undang nomor 42 Tahun 2008 tantang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menilai UU ini sangat menakutkan karena mengandung pasal-pasal yang dapat memenjarakan para peneliti.

"Pasal-pasalnya tidak hanya melarang pengumuman survei di hari tenang dan pengumuman quick count di hari pemilu, tapi juga mengatakan kami bisa masuk penjara," kata Denny J. A., Ketua Aropi ketika mengajukan gugatan di gedung MK, Jakarta, Selasa 26 Mei 2009.

Dia mengatakan ada tiga alasan mengapa UU Pilpres harus diujimaterikan. Pertama, pasal-pasal UU Pilpres bertentangan UUD 1945 yang menjamin kebebasan akademik. UU ini, lanjut dia, memasung kebebasan para peneliti untuk mempublikasikan hasil survei setiap saat.

Menurut dia, para peneliti tidak perlu dibatasi untuk mengumumkan hasil survei. "Dan MK mendukung kami pada pemilu legislatif, bahwa hak akademis dari para peneliti untuk mengumumkan survei dan quick count-nya kapanpun dilindungi oleh UUD 45," kata Denny.

Kedua, UU Pilpres dinilai bertentangan dengan tradisi demokrasi. Di hari pemilu, kata Denny, media-media besar berlomba-lomba mengumumkan hasil survei atau hasil quick count. Menurut dia, di Amerika Serikat kantor-kantor berita telah mengumumkan Obama terpilih menjadi presiden sebelum pemilu selesai. "Dan publik memberikan penghargaan karena telah menyampaikan informasi yang cepat," kata dia.

Kemudian, alasan ketiga, UU ini bertentangan dengan preseden pemilu legislatif. Pada pemilu legislatif, lanjut Denny, Komisi Pemilihan Umum bekerja sangat lambat untuk mengumumkan hasil perolehan suara. Sedangkan lembaga quick count dapat memberikan informasi yang cepat kepada publik. "Hasil quick count itulah yang menjadi basis bagi partai-partai dan publik untuk melakukan follow up selanjutnya,' kata dia.

Denny optimis MK akan mengabulkan permohonannya. Karena UU pilpres ini hampir sama dengan UU pemilu legislatif. Bedanya, tambah dia, dulu judulnya pemilu legislatif, sekarang pemilu presiden. "Tapi sama larangannya," kata dia.

Dalam permohonannya, Aropi meminta MK membatalkan Pasal 188 ayat 2, ayat 3, dan ayat 5 serta Pasal 228 dan Pasal 255 UU pilpres. Sebelumnya Aropi juga pernah menggugat UU pemilu legislatif dengan alasan yang sama dan dikabulkan oleh MK.

Detik-detik Pelaku Dugaan Pelecehan Seksual Anak di Bawah Umur Diamuk Massa
Timnas Indonesia vs Australia di Piala Asia U-23

Jangan Ragukan Nasionalisme Pemain Naturalisasi Indonesia

Pemain naturalisasi Indonesia disebut oleh Ketua Umum PSSI, Erick Thohir sudah menunjukkan sikap yang luar biasa ketika mengenakan jersey Timnas Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024