Sultan Kritik Pertamina Tak Serius Garap Energi Terbarukan

Sri Sultan Hamengkubuwono Meninjau Shelter Pengungsi Merapi
Sumber :
  • ANTARA/Regina Safri
VIVA.co.id
Pertamina Pelajari Rencana PLN Caplok PGE
- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X, mengkritik pemerintah pusat dan PT Pertamina yang tak serius menggarap energi baru dan terbarukan sepanjang sepuluh tahun terakhir. Kebutuhan energi Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil yang mahal dan tak terbarukan.
Produksi Gas PHE Lampaui Target 2016, Ini Pendorongnya

Menurut Sultan, masyarakat sempat menyambut baik dan antusias ketika pemerintah membuat kebijakan memproduksi 5 juta kiloliter bahan bakar nabati sebagai alternatif bagi bahan bakar minyak (BBM) pada 2010. Di antaranya ialah melalui penanaman jutaan pohon jarak sebagai bahan baku biodiesel.
Dapat Arahan Menteri BUMN, PLN Bakal Caplok PGE


Namun, program itu berhenti dan tak ada kabar lagi. Masyarakat yang sudah telanjur menanam pohon jarak akhirnya kecewa, karena tanamannya tak laku dijual.


“Awalnya, masyarakat sangat senang karena lahan marginal bisa ditanami pohon jarak. Tapi, mereka terpaksa harus kecewa karena produknya tidak bisa terjual dengan alasan biaya produksi jarak kurang ekonomis dibanding harga solar subsidi saat itu,” kata Sultan saat menjadi narasumber dalam sebuah diskusi tentang kemandirian energi di kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, kemarin.


Raja Keraton Yogyakarta itu juga menyebutkan contoh lain betapa pemerintah pusat tak pernah sungguh-sungguh mengerjakan proyek energi baru terbarukan. Katanya, pemerintah tak bernyali melarang ekspor molasses (tetes tebu), padahal komoditas itu digunakan sebagai bahan baku bioetanol paling ekonomis. Produsen gula memilih ekspor molasses sebagai hasil sampingan yang menguntungkan.


“Padahal, 600 ribu ton molasses per tahun yang diekspor diubah 150 ribu kiloliter bioetanol cukup banyak BBM yang bisa disubsitusi,” katanya.


Pengembangan energi baru dan terbarukan, katanya, bisa meniru langkah Brasil. Negara itu kini berhasil mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar dengan efisiensi biaya produksi US$17,5 per barrel dengan total produksi 16 miliar liter per tahun.


“Biofuel massal ini tentu dengan dukungan regulasi, finansial serta pengembangan riset dan teknologi agrobisnis,” ujarnya.


Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, mengakui belum sepenuhnya serius menggarap pengembangan energi baru dan terbarukan. Pertamina, dia melanjutkan, memang telah membentuk bidang energi baru dan terbarukan. Tapi, sejauh ini masih mengurusi lingkup bisnis gas.


Dwi meyakini, dalam waktu dekat akan fokus pada pengembangan energi baru dan terbarukan. Apalagi, pemerintah sudah meminta Pertamina memanfaatkan biomassa untuk dicampur dalam BBM. “Pemerintah telah menetapkan menggunakan 15 persen biomassa untuk dicampurkan dalam BBM,” katanya.


Dia pun mengakui bahwa jatuhnya harga minyak dunia kini juga disebabkan keberhasilan Amerika Serikat mengembangkan produksi energi baru dan terbarukan yang dinamakan
shale gas
dan
shale oil.
(art)![vivamore="
Baca Juga
:"]


[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya