Cara BI Kembangkan Transaksi Non Tunai Syariah

Penukaran Uang Gratis
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
BI Tak Akan Perlonggar Uang Muka Kredit Motor
- Seiring dengan perkembangan teknologi digital, peran otoritas keuangan untuk memperkuat sistem pembayaran, serta pengelolaan uang yang aman dan efektif sangat dibutuhkan. Salah satunya, yakni perluasan elektronifikasi pembayaran melalui skema non tunai untuk sektor keuangan syariah.

Harapan BI dari Penerapan 7 Days Repo Rate
Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas, Jumat 30 Oktober 2015, mengungkapkan pengembangan layanan non tunai ini, merupakan bagian dari upaya perluasan akses keuangan di kalangan umat Islam. Sebab, masih banyak penduduk muslim di Indonesia yang masih belum terjangkau akses keuangannya.

Aliran Dana Asing ke RI Tembus Rp130 Triliun
"Sensus BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2010, umat muslim mencapai 87 persen. Tapi sayang, keberadaannya belum didukung dengan penetrasi perbankan syariah," ujar Ronald dalam seminar 'Layanan Non Tunai untuk Pembayaran Wakaf, Infak, dan Shadaqah' di Surabaya.

Ronald menjelaskan, kondisi tersebut karena masih rendahnya pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia. Di mana, sampai Agustus 2015, pangsa pasar perbankan syariah hanya menyentuh angka 4,7 persen. Padahal, kebutuhan transaksi masyarakat muslim semakin meningkat.

"Transaksi keuangan ritel semakin meningkat. Khususnya, untuk pembayaran wakaf, infak, dan sedekah," kata dia.

Dengan melihat realita tersebut, konsep pengembangan non tunai untuk mendukung transaksi keuangan syariah telah disiapkan oleh BI. Ronald mengatakan, ada tiga aspek utama yang nantinya akan dikembangkan.

Pertama, adalah pengembangan layanan instrumen layanan non tunai, dengan mengacu terhadap prinsip syariah dan karateristik umat Islam. Kedua, adalah pengembangan berbasis inovasi. Ketiga, dukungan ekosistem e-Payment.

"Ini faktor-faktor penting untuk menjaga keberlangsungan layanan non tunai. Karena, dapat membuat transaksi keuangan menjadi lebih mudah diakses, dan efisien," ungkap Ronald.

Dengan ketiga aspek itu, kata Ronald, diharapkan mampu memfasilitasi transaksi keuangan syariah, termasuk wakaf, infak, dan sedekah. Sehingga, transaksi yang dilakukan bisa berjalan secara efisien, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip syariah.

Peluncuran layanan keuangan digital (LKD) di pondok pesantren

Disisi lain, Ronald memaparkan, dengan demografi Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam, ada satu sektor strategis yang mampu dimanfaatkan sebagai motor penggerak dalam pengembangan layanan keuangan berbasis syariah. Terutama, dalam instrumen layanan non tunai. Dalam hal ini, adalah pondok pesantren.

Ronald menuturkan, upaya untuk mensinergikan pesantren dengan pelaku industri keuangan, merupakan potensi yang menjanjikan. Karena itu, BI sebagai otoritas keuangan terkait berinisiasi untuk menyelenggarakan LKD.

"Kami berinisiatif untuk memfasilitasi sinergi antara pondok pesantren, dengan penerbit uang elektronik. Kami memandang, peran persantren di berbagai aspek semakin strategis. Termasuk, dalam bidang perekonomian syariah," ujarnya.

Kenapa pondok pesantren bisa mengembangkan layanan keuangan syariah? Ronald mengungkapkan, besarnya jaringan santri, serta banyaknya pondok pesantren yang mengembangkan usaha kemandirian, dipercaya mampu membantu pengembangan keuangan syariah.

Tahap awal uji coba LKD di pesantren, telah disepakati kerja sama kemitraan antara tiga perusahaan telekomunikasi, yakni PT Telkomsel, PT Indosat, dan PT XL Axiata di dua pondok pesantren, yaitu Daruut Tauhiid di Bandung, dan pondok pesantren putri Al-Mawaddah di Jawa Timur.

"Uji coba di Daruut Tauhid, mengangkat model bisnis sinergi telekomunikasi sebagai penyelenggara LKD, dengan unit usaha di pondok pesantren sebagai mitra LKD. Sementara itu, untuk Al-Mawaddah, kerja sama dilakukan dalam memfasilitasi pembayaran uang sekolah, serta penambahan fungsi merchant pada unit usaha di pesantren," ungkapnya.

Ke depannya, BI akan tetap melakukan uji coba LKD di beberapa pondok pesantren lainnya di wilayah Indonesia. Diharapkan, selain mampu memulai implementasi layanan non tunai melalui pondok pesantren, proses uji coba ini dapat menghasilkan model generik yang mampu diterapkan secara nasional.

"Bagi kami, ada empat tujuan yang kami harapkan. Memperoleh masukan model bisnis LKD yang komprehensif, melihat kendala dan upaya mitigasinya, mengetahui animo masyarakat, dan untuk memberikan masukan bagi regulasi secara keseluruhan," kata Ronald.

Sekedar informasi, LKD sendiri merupakan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan, yang menggunakan jasa pihak ketiga sebagai mitra dengan memanfaatkan teknologi, salah satunya telepon seluler. Terobosan ini, diharapkan mampu memperluas akses keuangan masyarakat ke sektor keuangan informal di mana pun mereka berada. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya