Alasan Pertamina Getol Ekspansi Ladang Migas di Luar Negeri

Kilang minyak Pertamina.
Sumber :
  • Pertamina

VIVA.co.id – PT Pertamina terus agresif melakukan ekspansi untuk mendapat ladang-ladang minyak di luar negeri. Alasannya sebagai upaya mengamankan pasokan bagi kebutuhan kilang-kilang perseroan di masa yang akan datang. 

RI Masuk Jajaran Negara ASEAN yang Lambat Genjot EBT, Ini Solusinya

Sebagai informasi, selain dua proyek pembangunan kilang baru, yakni kilang Tuban dan Bontang, Pertamina juga menggarap proyek revitalisasi (refinery development master plan/RDMP) empat kilang, Balikpapan, Cilacap, Balongan dan Dumai.  Proyek kilang yang  membutuhkan investasi hingga US$36,79 miliar ditargetkan tuntas pada 2023.

Setelah tuntasnya proyek-proyek kilang itu, kebutuhan minyak mentah Pertamina akan meningkat signifikan seiring bertambahnya kapasitas kilang. Untuk dua kilang baru saja, Pertamina akan memiliki kapasitas produksi 600 ribu barel per hari (bph). Selain itu ada tambahan 415 ribu bph untuk kilang-kilang yang telah direvitalisasi. 

Gara-gara HTI Pertamina Rugi Rp11 Triliun, Cek Faktanya

Direktur Hulu Pertamina,  Syamsu Alam dalam mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan Pertamina untuk memastikan pasokan minyak mentah untuk kilang adalah ekspansi pengelolaan ladang migas di luar negeri. 

Saat ini Pertamina fokus untuk bisa mendapat hak pengelolaan dua ladang minyak dan gas, Ab-Teymoura dan Mansouri di Iran. Perseroan menargetkan awal tahun depan sudah ada tindak lanjut terkait rencana tersebut. 

Dahlan Iskan Bicara Taktik Pertamina Bangun Kilang Rp450 Triliun

"Februari kami masukkan proposal, kemudian yang diminta mereka adalah Pertamina harus bisa menunjukkan kemampuan technical, dan finansial-nya menarik," kata Syamsu dikutip dari keterangan resminya, Rabu 28 Desember 2016. 

Menurut dia, jika proposal diterima Pertamina menargetkan bisa menjadi operator di dua blok yang memiliki jumlah total cadangan sekitar tiga miliar barel tersebut. Skema kerja sama yang diusung nantinya berupa service contract sehingga Pertamina akan mendapatkan bagian dari minyak dan gas yang diproduksi. 

"Kami bisa dapat entitlement-nya. Seperti di Irak juga kan service contract, per barel dapatnya sekian," tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ketahanan Energi Dirgo Purbo mengatakan, biaya pembangunan kilang tidak bisa dilihat hanya satu aspek saja fisik, tapi juga harus memasukan biaya sumber ladang minyaknya. Karena itu, langkah Pertamina dinilai tepat untuk memastikan pasokan minyak untuk kilang yang dibangun dapat terpenuhi. 

"Artinya membangun kilang harus mendapat guarantee supply minyak minimal delapan tahun," katanya. 

Menurut Dirgo, Pertamina harus memiliki tim intelijen petroleum untuk mencari sumber minyak yang dapat memasok minyak mentah minimal delapan tahun dengan kapasitas volume yang konstan. Arab Saudi dan Iran, merupakan dua negara yang masih bisa diajak kerja sama untuk mendapatkan alokasi impor minyak guna memenuhi kebutuhan kilang jangka panjang. 

"Persoalan yang mendasar itu harus dapat jaminan pasokan terlebih dahulu. Jadi nanti mendapatkan minyaknya tidak berdasarkan spot charter basis, tapi jaminan pasokan jangka panjang. Kalau ini sudah ada saya rasa tidak ada lagi resistensi," katanya. 

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Hulu Minyak dan Gas, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Firlie Ganinduto mengatakan, proyek kilang-kilang besar positif untuk memenuhi ketahanan energi nasional. Namun, Pertamina juga harus mengantisipasi dampak dari masifnya ekspansi di luar negeri tersebut.

"Harus dicermati juga bahwa Indonesia akan menjadi negara importir crude oil (minyak mentah) lebih besar," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya