Bos BTN Sebut DP Nol Persen Menyalahi Aturan BI

Pameran Properti
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVA.co.id – Perbankan pembiayaan rumah milik BUMN, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), menyebut, pengajuan kredit rumah tanpa uang muka atau down payment (DP) nol persen menyalahi aturan Bank Indonesia.

70 Tahun Beroperasi, BTN Sudah Salurkan Kredit Rp595,2 Triliun

Aturan mengenai DP oleh BI diatur dalam Peraturan BI (PBI) nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value (LTV) untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value (FTV) untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang berlaku sejak 29 Agustus 2016.

Direktur Utama BTN, Maryono, mengatakan, dalam program pemerintah, pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) saat ini sudah relatif kecil, yaitu untuk KPR subsidi uang mukanya hanya sebesar satu persen, sementara KPR non subsidi antara lima hingga 10 persen.

KPR Green Citayam City Dipertanyakan, Konsumen Akan Gugat Bank BTN

"Apakah dimungkinkan DP nol persen? Ini menyangkut ketentuan dari regulator yaitu Bank Indonesia," kata Maryono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 30 Maret 2017.

Menurutnya, dalam aturan BI tersebut, tertera pembiayaan yang bisa diberikan bank dalam KPR sebesar 85 persen atau 80 persen. Artinya masyarakat harus membayar DP setidaknya sebesar 15 persen dari total pembiayaan yang disalurkan oleh bank.

Pengajuan KPR BTN Kini Bisa Lewat Ponsel Pintar

"BI menetapkan dihitung mulai 15 persen ke atas. Kalau non-subsidi itu enggak diperbolehkan oleh BI (DP nol persen). Untuk menunjukkan end user KPR itu maka perlu diberikan tanggung jawab uang muka. Maka itu di KPR subsidi kita tetapkan satu persen," tuturnya.

Maryono menambahkan, hingga saat ini penyebaran KPR bersubsidi sudah merata di seluruh Indonesia. Memang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah penduduk yang ada di daerah tersebut sehingga dalam praktiknya alokasi rumah subsidi di Pulau Jawa lebih besar dibandingkan daerah lainnya.

"Misal Pulau Jawa paling tinggi karena jumlah penduduknya memang yang paling tinggi. Sementara Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua itu banyak pembiayaan yang subsidi maupun non-subsidi," ujarnya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya