Negara Rugi Hampir 20 Triliun, Ungkap BPK ke Jokowi

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Harry Azhar Azis (kedua dari kiri).
Sumber :
  • VIVA.co.id/M. Ali. Wafa

VIVA.co.id – Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka hari ini. Mereka melaporkan hasil audit keuangan negara yang dirangkum dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS)  II 2016, 

Risiko Salah Urus Anggaran COVID-19, BPK: Korupsi Hingga Pemborosan

Ketua BPK Harry Azhar mengungkapkan, dalam laporan IHPS 2016 ditemukan bahwa kerugian mencapai Rp19,48 triliun. Jumlah tersebut berasal dari 5.810 temuan yang terdiri dari 7.594 permasalahan ketidakpatuhan terhadap peraturan. 

"Sebanyak 18 persen permasalahan pada kelemahan SPI (Sistem Pengendalian Internal) dan 82 persen merupakan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang nilainya Rp19,48 triliun," jelasnya , dalam pertemuan dengan Presiden, Jakarta Senin 17 April 2017.

Alasan Deputi Penindakan KPK Sambut Ketua BPK saat Diperiksa

Harry menjelaskan, dari permasalahan ketidakpatuhan itu, sebanyak 1.968 atau 32 persen diantarannya merupakan permasalahan berdampak finansial senilai Rp12,59 triliun.

"Yang jelas-jelas merugikan negara sebanyak 1.205 temuan senilai Rp1,37 triliun atau 61 persen dan 329 potensi kerugian negara sebesar 17 persen yang nilainya lebih besar Rp6,55 triliun dan yanglg ketiga yaitu yang 22 persen atau sebanyak 434 kekurangan penerimaan yang nilainya sebesar Rp4,66 triliun," jelasnya.

Anggota: Hasil Pemeriksaan BPK Sering Dipakai Peras Kepala Daerah

Tiga Persoalan

Menurutnya, kerugian negara tersebut tidak lepas dari tiga persoalan. Yang pertama, jelas Harry jaminan kesehatan nasional yang pelayanannya belum memadai.

"Pelayanan kesehatan pada puskesmas dan RSUD belum didukung dengan jumlah dan fasilitas SDM yang memadai karena ada 155 Pemda yang program jaminan kesehatannya belum terintegrasi dengan program jaminan kesehatan nasional," jelas dia.

Kedua, lanjut Harry, belum diaturnya pembagian tugas dan penanggungjawab penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. Mulai dari jenjang SD hingga SMA/SMK.

Selanjutnya yang ketiga, adalah persoalan pajak. Salah satunya mengenai pemungutan Pajak Pertambahan nilai yang dilakukan otoritas terkait. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya