Cadangan Devisa RI April 2017 Tembus US$123,2 Miliar

Ilustrasi dolar Amerika Serikat
Sumber :
  • Shutterstock

VIVA.co.id – Bank Indonesia menyebut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2017, kembali meningkat di kisaran US$123,2 miliar. Posisi tersebut, sedikit lebih tinggi dibandingkan posisi akhir Maret 2017 lalu, yang berada di angka US$121,8 miliar.

Investor Cermati Data Cadangan Devisa hingga Rilis Kinerja Emiten, IHSG Diproyeksi Menguat

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara menyebutkan, peningkatan tersebut dipengaruhi oleh penerimaan devisa, di antaranya adalah yang berasal dari penerimaan pajak dan devisa ekspor minyak dan gas bagian pemerintah.

"Serta, hasil lelang SBBI (Surat Berharga Bank Indonesia) valuta asing," jelas Tirta, melalui keterangan resmi dikutip VIVA.co.id, Senin 8 Mei 2017.

Cadangan Devisa RI di Akhir 2023 Naik Jadi US$146,4 Didorong Pinjaman Luar Negeri

Penerimaan devisa April 2017, kata bank sentral, telah melampaui kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valuta asing jatuh tempo. Cadangan devisa tersebut, mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi.

Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede menilai, peningkatan cadangan devisa pun di dorong oleh masuknya dana asing dari pasar keuangan, di mana terjadi foreign net buy sebesar US$1,7 miliar di pasar obligasi, serta capital in flow di pasar saham sebesar US$1,05 miliar.

Cadangan Devisa RI Naik ke US$138,1 Miliar di November 2023, Ini Penyebabnya

"Sehingga, rupiah cenderung menguat sekitar 0,3 persen menjadi Rp13.300 per dolar AS pada bulan April lalu," Kata Josua, melalui pesan singkatnya kepada VIVA.co.id.

Menurut Josua, kenaikan cadangan devisa di bulan April juga mengindikasikan perbaikan ekspor pada bulan lalu. Bahkan, lanjutnya, tren kenaikan cadangan devisa April pun mengindikasikan, cukup solidnya neraca pembayaran pada awal kuartal pertama tahun ini.

Sebagai informasi, posisi cadangan devisa per akhir April 2017, tersebut cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor, atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya