- Istimewa
VIVA.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan penggunaan utang baru oleh pemerintah untuk membayar utang jatuh tempo. Parlemen memandang, utang yang seharusnya dipergunakan untuk kegiatan produktif justru diarahkan untuk mencicil utang lama.
Pertanyaan dari Senayan itu ditanggapi oleh Kementerian Keuangan. Kepala Badan Kebijakan Fiskal dari Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, mengungkapkan pemerintah dalam mengelola utang terus melakukan berbagai upaya untuk menjaga agar utang tetap sehat. Maka, diperlukan adanya keseimbangan antara pinjaman dan pembayaran utang.
“Sehingga kredibilitas di mata investor tetap terjaga. Meskipun mengambil utang, kita masih bayar,” kata Suahasil, Jakarta, Selasa 11 Juli 2017.
Keseimbangan tersebut tercermin dari rasio utang Indonesia, yang hanya 28 persen terhadap produk domestik bruto. Level tersebut jauh di bawah ketentuan dalam Undang-undang, serta lebih rendah dibandingkan rasio utang negara-negara lain.
Meningkatnya utang pemerintah, kata Suahasil, memang tak lepas dari gencarnya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Namun di balik itu, pemerintah tetap memikirkan bagaimana caranya untuk membayar utang yang selama ini digunakan untuk kegiatan produktif.
“Kalau dipakai untuk infrastruktur, nanti ada pengembalian. Nah, masyarakat bisa terus tumbuh, income PDB naik terus. Dari PDB itulah ada penerimaan pemerintah, dan penerimaan dipakai untuk bayar utang,” katanya. (ren)