Sebelas Juta Anak Indonesia Terjebak Kemiskinan

Dua anak jalanan tidur di jembatan penyeberangan orang beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • Antara/ Prasetyo Utomo

VIVA.co.id – Badan Pusat Statistik atau BPS merilis hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016. Dari hasil survei tersebut secara nasional, persentase anak miskin di Indonesia pada 2016 mencapai 13,31 persen atau sekitar 11 juta anak.

Indef Kritik Kebijakan Bansos: Anggaran Naik Terus, Kemiskinan Cuma Turun 2,3 Persen Sejak 2010

Hal itu disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik, Kecuk Suharyanto dalam acara peluncuran buku 'Analisis Kemiskinan Anak dan Deprivasi Hak-Hak Dasar Anak di Indonesia, di Hotel Pasicif Place Jakarta Pusat, Selasa, 25 Juli 2017.

"Angka ini bahkan menjadi lebih dari tiga kali lipat (57,05 persen) jika garis kemiskinan dilipat duakan dari garis nasional," kata Kecuk Suharyanto.

Jumlah Penduduk Miskin Belum Kembali ke Level Pra-Pandemi, Pengamat: PR Besar Pemerintah

Sedangkan, kata Suharyanto, kalau dilihat berdasarkan provinsi, angka kemiskinan anak tertinggi berada di Papua sebesar 35,37 persen, Papua Barat sebesar 31,03 persen dan Nusa Tenggara Timur sebesar 26,42 persen.

Sementara itu, angka kemiskinan anak terendah berada di wilayah Bali sebesar 5,39 persen, DKI Jakarta 5,55 persen, dan Kalimantan Selatan sebesar 6,06 persen.

Pilpres 2024, Prabowo dan Anies Dianggap belum Selevel dengan Ganjar

"Hampir separuh anak miskin di Indonesia atau 47,39 persen berada di Pulau Jawa," katanya.

Indikasi Kemiskinan

Suharyanto menjelaskan, bahwa anak dianggap miskin itu jika mereka tinggal dalam rumah tangga yang memiliki tingkat konsumsi di bawah garis kemiskinan nasional.

"Saat ini garis kemiskinan nasional berada pada sekitar Rp12.000 per hari per orang. Garis ini berbeda-beda di tiap provinsi tergantung pada perbedaan biaya hidup di masing-masing provinsi," ujarnya.

Menurutnya, bahwa kemiskinan anak tidak terbatas pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar yang biasa diukur dari aspek moneter.

Kemiskinan anak juga dapat diukur melalui aspek yang lebih luas dan multidimensi. Seperti halnya, sulitnya anak miskin untuk mendapatkan akses fasilitas perumahan yang layak, makanan yang cukup mengandung gizi, pelayanan kesehatan dan pendidikan maupun hak untuk mendapatkan pencatatan kelahiran.

Suharyanto menambahkan, kemiskinan anak berpengaruh besar terhadap kondisi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan seorang nak.

"Dampak negatif kemiskinan pada seorang anak akan membuatnya tidak dapat bertumbuh menjadi dewasa dengan optimal dan tidak mampu berkontribusi penuh bagi masyarakat dan ekonomi di mana dia berada," ujarnya. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya