Menteri BUMN Ungkap Tujuan Lain di Balik Demo JICT

Menteri BUMN, Rini Soemarno ketika nyoblos di TPS 05 Setiabudi.
Sumber :
  • Edwin Firdaus - VIVA.co.id

VIVA.co.id – Serikat Pekerja Jakarta Internasional Cointainer Terminal (JICT) melakukan aksi mogok kerja beberapa hari lalu. Aksi yang recananya dilakukan hingga tanggal 10 Agustus mendatang, diputuskan untuk dihentikan kemarin.  

Ratusan Warga Jakarta Utara Ikut Mudik Gratis

Menteri Badan Usaha Milik Negara, Rini Soemarno mengaku heran dengan aksi mogok serikat pekerja JICT. Padahal, karyawan-karyawan  JICT memiliki gaji bulanan dan bonus terbesar di sektor pelabuhan. 

Mantan Direktur Keuangan Astra Internasional itu membandingkan dengan upah dari tenaga kerja di Terminal Peti Kemas Koja dan Terminal Peti Kemas Kalibaru (New Priok). Gaji dan bonus bulanan yang didapatkan dua terminal tersebut jauh di bawah JICT. 

Kerugian Perpanjangan Kontrak JICT Semakin Nyata, Kementerian BUMN Diminta Turun Tangan 

"Partner kita Hutchison juga mengatakan, dari seluruh pelabuhan yang mereka operasikan, gaji karyawan Indonesia paling tinggi. Kenapa demo terus, kami juga bingung," ujar Rini dikutip dari keterangan resminya, Selasa 8 Agustus 2017. 

Dia menduga, ada kepentingan pekerja di balik aksi mogok kerja kali ini. Menurut Rini, tujuan aksi tersebut tidak lain mendapatkan uang pesangon yang tergolong sangat besar dari perusahaan. 

Kurangi Macet Pelabuhan Agar Ekspor Impor Lancar, JICT Sediakan Layanan TBS

"Ada klausul di JICT dengan serikat pekerja, kalau perusahaan dibubarkan, karyawan akan mendapatkan pesangon sampai 10 tahun," ujarnya menambahkan. 

Seperti diketahui, para pekerja melakukan mogok kerja karena pembayaran uang sewa (rental fee) sebesar US$85 juta per tahun sejak 2015 lalu dinilai cacat hukum. 

Selain itu, mereka juga menyoroti perpanjangan kontrak JICT, antara Pelindo II dan Hutchison Port Indonesia mal administrasi. Lantaran tidak mendapatkan izin dari Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN, sehingga menimbulkan kerugian negara. 

Rini menampik anggapan tersebut. Secara bisnis, perpanjangan kontrak justru memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. "Untuk Pelindo II dan negara, sehingga pendapatan negara bertambah dibandingkan jika tidak diperpanjang," kata Rini.   

Sementara itu, Direktur Namarin Institute Siswanto Rusdi menambahkan, jika perpanjangan kerja sama dibatalkan, pengelolaan dermaga yang menjadi terminal petikemas PT JICT saat ini akan kembali ke PT Pelindo II pada 2019 mendatang. 

Dengan demikian, sangat terbuka bagi Pelindo II mencari partner lain untuk mengelola terminal bekas JICT.

"Jika perpanjangan kontrak kerja sama batal, para pekerja PT JICT itu tidak akan punya kerjaan lagi, kan dermaganya dikembalikan ke Pelindo II saat kontrak berakhir di tahun 2019. Lalu akan bekerja di mana pekerja JICT yang berpenghasilan besar itu," ungkap Siswanto Rusdi.

Pengamat industri kemaritiman ini meduga, kondisi JICT yang tidak bisa beroperasi itulah yang justru diharapkan segelintir pekerja di SP JICT. Karena situasi itu mengharuskan PT JICT melakukan rasionalisasi. 

Sebab, sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara manajemen dan pekerja JICT, jika rasionalisasi dilakukan, perusahaan harus membayar sejumlah kompensasi yang nilainya fantastis. 

"Sesuai PKB setiap pekerja yang terkena rasionalisasi rata-rata bisa mendapat Rp4-6 miliar di 2019 saat kontrak berakhir. Artinya untuk 700 pekerja JICT biaya rasionalisasinya mencapai lebih Rp3 triliun.” (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya