Jonan Ungkap Penyebab Anjloknya Penerimaan ESDM Setelah 2014

Menteri ESDM Ignasius Jonan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fikri Halim

VIVA.co.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengakui penerimaan negara di sektor ESDM mengalami penurunan sejak 2014. Namun, untuk target tahun ini bisa melebih realisasi penerimaan tahun lalu.

Reaktivasi Pabrik PIM-1 Bakal Tingkatkan Produksi Pupuk Indonesia

Mengutip data capaian Kementerian ESDM, pada 2014, penerimaan negara sektor ESDM sedang mencapai puncaknya. Di mana, penerimaan negara di sektor Minyak dan Gas Bumi (migas) mencapai Rp320,25 triliun, sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar Rp750 miliar, dan sektor Mineral dan Batu bara (Minerba) sebesar Rp35,4 triliun atau totalnya kurang lebih Rp357 triliun.

Namun, pada 2015 penerimaan sektor migas, EBT, dan Minerba masing-masing mulai turun, menjadi Rp122,5 triliun, Rp880 miliar dan Rp29,63 triliun. Lalu pada 2016 turun lagi menjadi Rp83,83 triliun, Rp930 miliar, dan Rp27,21 triliun.

ESDM Luncurkan Aplikasi Si Ujang Gatrik, Ini Fungsinya

Jonan mengatakan, pada tahun ini diharapkan dapat lebih tinggi ketimbang tahun lalu. Hingga September 2017 saja, Jonan memaparkan, penerimaan sektor migas mencapai Rp92,43 triliun, sementara EBT Rp530 miliar, dan Minerba Rp25,73 triliun.

"Kalau soal penerimaan negara (turun) ada dua faktor yang besar di samping tarif (royalty). Tarif, kan gini, pemerintah berusaha mengenakan tarif PNBP atau royalty atau yang disebut bagi hasil yang fair supaya tidak memberatkan dunia usaha. Kalau dunia usaha berat nanti tutup, lapangan kerja berkurang," kata Jonan di kantornya, Kamis 28 September 2017.

ESDM Tetapkan Harga Minyak Mentah Indonesia US$95,72 per Barel

Menurut dia, di luar faktor tarif tersebut adalah harga komoditi yang terus menurun. Hal ini terlihat pada capaian migas yang pada 2014 sangat tinggi, dan kemudian berangsur-angsur turun.

"Ada dua hal besar yang di luar kendali pemerintah. bahkan satu yang di luar pemerintah adalah harga komoditi. Misalnya, ini 2014,  penerimaannya totalnya hampir Rp357 triliun. Katanya, 2014 harga minyaknya tinggi sekali mungkin US$100  lebih per barel. Tahun lalu minyak rendah bahkan sampai terendah US$38 per barel," ujarnya.

Jonan pun mengatakan bahwa komoditas Migas dan komoditas Minerba adalah komoditas yang mengacu pada harga internasional. "Jadi global market price, sehingga ini tidak bisa kita kendalikan," ujarnya.

Lalu yang kedua, sambung Jonan, adalah kuantitas produksi yang juga tidak bisa dikendalikan. Tapi, yang juga patut dipahami, ujar Jonan, adalah barang yang telah diproduksi belum tentu bisa diserap oleh pasar pada saat yang sama.

"Di migas, gas produksinya banyak kadang-kadang kepikiran jualnya ke mana dalam hal yang bersamaan. Kadang terjadi penjualan yang sifatnya spot, mendadak atau langsung," tutur dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya