Pemilik Dana Rp18,9 Triliun di Stanchart Ternyata 81 WNI

Kantor Bank Standard Chartered.
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengaku telah menggenggam laporan aliran dana janggal yang disetor dari Standard Chartered Bank Guernsey, Inggris ke Singapura pada 2015 lalu. Dana tersebut ditenggarai milik warga negara Indonesia.

Bank Danamon Bersiap Caplok Bisnis Kredit Ritel Standard Chartered

Berdasarkan investigasi awal yang dilakukan PPATK, muncul dugaan aliran dana tersebut berkaitan dengan penyelewengan pajak atau tax evasion. Hasil penyelidikan PPATK pun mencatat, dana fantastis tersebut bukan hanya milik perorangan, melainkan juga milik perusahaan di Indonesia.

Lantas, bagaimana hasil penelusuran otoritas pajak terhadap laporan tersebut? Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan data aliran dana tersebut diperoleh sejak beberapa bulan yang lalu dari PPATK melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Laporan tersebut, diharapkan menjadi data yang bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Standard Chartered Sebut ASEAN Punya Peluang Kembangkan Energi Berkelanjutan

Dalam data yang sudah ditelisik otoritas pajak, terungkap bahwa pemilik aliran dana yang mencapai US$1,4 miliar, atau setara Rp18,9 triliun itu berjumlah 81 orang, yang seluruhnya masuk dalam kategori wajib pajak pribadi. Artinya, dana tersebut merupakan milik perorangan.

“Terdapat 81 warga negara Indonesia dengan nilai US$1,4 miliar. Jadi bukan satu orang, tapi jumlahnya 81 orang,” kata Ken, dalam konferensi pers, Jakarta, Senin malam, 9 Oktober 2017.

Simbiosis Mutualisme Kredit Pintar dengan Stanchart

Dari 81 wajib pajak, 62 orang lainnya tercatat telah mengikuti program amnesti pajak. Adapun sisanya, ditegaskan mantan Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Perpajakan tersebut, saat ini masih dalam proses investigasi mendalam.

“Kami follow up, kami cocokan, apakah sudah ikut tax amnesty atau belum. Apakah sudah memperbaiki SPT atau belum,” katanya.

Meski demikian, Ken enggan menyebutkan secara rinci siapa saja pemilik dana fantastis tersebut. Sebab, hal ini melanggar Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 34, dan pasal 21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengampunan Pajak.

“Dengan tetap memperhatikan pasal 34 dan 21, saya tidak akan sebutkan,” tegasnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya