Alasan Distributor Mengapa Harga Gas Tak Bisa Disamakan

Pipa gas. Foto ilustrasi.
Sumber :
  • FGSZ

VIVA – Indonesian Natural Gas Trader Association (INGTA) atau Organisasi Perusahaan Distributor Gas Alam Indonesia menyoroti rencana Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyamakan harga jual gas ke seluruh Indonesia. 

Kebijakan Harga Gas Diharapkan Dukung Keberlanjutan Industri Migas Nasional

Ketua INGTA Sabrun Jamil menilai, kebijakan itu dinilai kurang tepat diterapkan di Indonesia. Terlebih lagi di belahan dunia mana pun tidak ada negara yang memukul rata harga jual gas. Meski dipahami, tujuan pemerintah menyamakan harga jual gas di seluruh Indonesia, agar disparitas harga di seluruh Indonesia tidak terlalu besar. 

"Siapa yang akan menanggung selisih biaya dari satu tempat ke tempat yang lain. Bila ini tetap dibiarkan, maka akan membuat bisnis dan investasi di sektor infrastruktur dan distribusi gas akan sepi,” kata Sabrun dikutip dari keterangan resminya, Jumat 24 November 2017. 

Kebijakan Harga Gas Murah untuk Industri Dievaluasi Pemerintah

Sabrun mencontohkan, saat ini harga jual gas di Eropa dibanderol sekitar US$4-5 per mmbtu,  jauh lebih rendah dibandingkan harga jual gas di Korea Selatan dan Jepang  yang berada di kisaran US$8–10 per mmbtu. Hal ini karena, kebutuhan gas negara-negara Eropa dilayani oleh perusahaan gas dari negara Rusia yang pengirimannya menggunakan pipa jalur darat dengan jarak yang  tidak terlalu jauh. 

Sedangkan kebutuhan gas Korea Selatan dan Jepang dikirim dari berbagai negara dengan menggunakan shipping atau kapal laut, yang dilengkapi teknologi dan peralatan khusus untuk distribusi atau pengiriman gas. Hal tersebut jelas lebih mahal. 

Implementasi Penetapan Harga Gas untuk Industri Dinilai Tidak Efektif, Pemerintah Diminta Evaluasi

Lebih lanjut Sabrun Jamil menjelaskan, selama ini ada kesalahan yang fundamental dalam cara berpikir mengenai penyamaan harga gas. Apabila jika membandingkan harga gas dan bahan bakar minyak (BBM).

Masyarakat khususnya kalangan industri pemakaian gas berpikir bahwa BBM dan BBG atau gas sama dalam pengolahan dan cara pendistribusiannya. Padahal secara prinsip pengolahan baik produksi, maupun distribusi gas dengan BBM Jauh berbeda.  

Dia mengatakan, pengembangan sumber BBM bisa dilakukan kapan saja, sementara sumber gas hanya bisa dikembangkan setelah ada kepastian pembeli. BBM bisa tetap diproduksi tanpa harus ada kepastian pasar, sedangkan gas baru bisa diproduksi setelah ada kepastian pembeli. 

Mengenai cara pengirimannya, menurutnya, BBM bisa disimpan sedangkan gas tidak bisa disimpan. Gas bisa disimpan tapi perlu penampungan yang sangat spesifik dengan teknologi yang mahal. 

“Produksi dan distribusi gas itu mahal di infrastruktur,” papar alumni Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini.

Menurut Sabrun Jamil, harga gas yang wajar dan adil adalah harga gas yang berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Misalnya, harga gas untuk industri yang lokasinya dekat dengan sumber produksi gas akan berbeda dengan harga gas untuk kalangan industri yang lokasinya jauh dari sumber gas. 

Karena itu dia memberi masukan agar harga jual gas bisa ekonomis, salah satunya pemerintah membangun kawasan industri di dekat sumber-sumber produksi gas. Seperti di Papua, Kalimantan Timur, Madura dan Sumatera atau daerah Natuna. 

Jika itu dilakukan, selain para pelaku industri bisa mendapatkan harga gas yang murah, pemerataan pembangunan dan pembukaan kesempatan kerja di daerah-daerah juga terbuka. Sehingga mampu mencegah atau meminimalisir urbanisasi ke Jakarta atau Jawa. 

Sabrun menegaskan, dapat dipastikan perusahaan distributor gas khususnya dari kalangan swasta akan mengalami kerugian besar jika kebijakan ini diterapkan. Bisnis sektor ini akan ditinggalkan dan investasi yang masuk otomatis akan berkurang. 

“Soal harga jual gas di setiap daerah serahkan saja kepada mekanisme pasar. Biar pasar yang menentukan. Nanti akan ada di titik temu antara penawaran dan permintaan. Di situlah akan ditentukan berapa harga jual gas yang sepadan,“ ungkapnya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya