Antara Mudik Ilahi dan Mudik Duniawi

Pemudik berdesak-desakan untuk pulang ke kampung.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Saum Ramadan 1348 H tinggal beberapa hari lagi, berarti lebaran atau Hari Raya Idul Fitri sudah dekat. Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan anjang sana ketika hari libur panjang tiba, apalagi di Hari Raya Idul Fitri, orang Indonesia menyebutnya dengan kata Lebaran.

Diperkirakan Ada 71 Ribu Pendatang Baru di Jakarta

Di saat Lebaran, semua orang bersilaturrahim ke sanak keluarga, sungkem ke orang tua di kampung halamannya. Apapun alasannya mereka, yang pasti tradisi di hari lebaran sudah mengakar di masyarakat kita.

Yang merantau ke kota akan kembali ke kampung halamannya, pesta mudik menjadi bagian di hari lebaran. Para perantau di kota besar akan sibuk mempersiapkan segala bekal yang akan dibawa atau bahkan diada-adakan, sampai-sampai pemudik berkendara roda dua membawa bekal lebih besar dari pada motornya, meskipun menimbulkan resiko kecelakaan di perjalanan.

Kecelakaan Mudik Berkurang Banyak, Operasi Ramadniya Sukses

Sedang pemudik yang menggunakan kendaraan roda empat, rela bermacet-macetan di jalan. Tidak tahu salah siapa kemacetan itu muncul, di saat tradisi tahunan ini datang, yang namanya kemacetan juga ikut mendampinginya.

Apakah macet juga sebagain dari pada mudik, silakan dijawab sendiri. Tapi apakah kita sudah lupa, bahwa kita juga akan "mudik" ke asal kita yang menciptakan, dan itu PASTI, hanya kapan waktunya akan datang.

Sampah Sisa Lebaran di Kabupaten Tangerang 1.700 Meter Kubik

Sudahkah kita juga sibuk untuk mempersiapkan bekal yang mau dibawa kelak, seperti pemudik di Hari Lebaran, apakah kita juga mengada-adakan untuk yang satu ini, tanda tanya besar untuk kita semua.

Mudik ke haribaan Sang Pencipta perlu modal yang sangat banyak. Persiapannya pun tidak harus di saat-saat tertentu, atau harus menunggu, tetapi bisa dilakukan tiap saat, waktu di mana kita harus mengingat sang Ilahi. Mudik ke asal kita di mana kita diciptakan, harus menjadi prioritas bagi seluruh umat manusia di bumi ini.

Islam memberikan pelajaran bahwa ketika manusia sudah meninggalkan kehidupan dunia, alias wafat, hanya ada tiga amalan yang akan dibawa, amalan tersebut adalah sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh yang akan mendoakan kepada kedua orang tua nya. (HR. Muslim, no 1631)

Melalui tulisan ini, penulis mengajak kepada diri sendiri dan kepada para pembaca bahwa, kehidupan di dunia ini hanya sementara, dan akan ada kehidupan lagi setelah ini.

Kita akan "mudik" bersama-sama ke tempat asal kita walaupun waktu dan tempat yang berbeda, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh perbuatan yang telah kita perbuat. Semoga kita termasuk orang-orang yang mudik dalam keadaan diterima amal-amal saleh kita, dan menjadi golongan orang-orang yang bertakwa. (Tulisan ini dikirim oleh Aroz, Surabaya)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya