PBB Tuding Myanmar Ingin 'Bersihkan' Rohingya

Pengungsi Rohingya.
Sumber :
  • REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

VIVA.co.id – Pejabat Tinggi Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNHCR, John McKissick, menilai kekerasan yang terjadi di Rakhine merupakan upaya pemerintah Myanmar untuk "membersihkan" etnis Muslim Rohingya.

Terungkap! 7 Negara Ini Punya Paspor "Terlemah" di Dunia, Sering Ditolak Masuk Negara Lain!

Selama enam minggu terakhir, Angkatan Bersenjata Myanmar melakukan operasi dengan mengusir dan membunuh Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Hal ini berakibat pengungsian besar-besaran ke negara tetangga, Bangladesh.

"Untuk mengatasi masalah ini pemerintah harus berfokus pada akar penyebab. Militer Myanmar dan petugas penjaga perbatasan telah membunuh, memperkosa wanita, membakar dan menjarah rumah. Bahkan, memaksa mereka untuk menyeberangi sungai," kata McKissick, saat berada di kota perbatasan kedua negara, seperti dikutip BBC, Jumat, 25 November 2016.

5 Angkatan Laut dengan Armada Terbanyak di Asia Tenggara, Posisi Indonesia Mencengangkan

Ia menuturkan, sisi lain, pemerintah Bangladesh mengalami dilema dan sangat sulit untuk membuka lebar-lebar perbatasannya.

Hal tersebut menjadi kesempatan bagi pemerintah Myanmar untuk melanjutkan kekejaman hingga tujuan akhir mereka tercapai, yaitu membersihkan semua etnis Rohingya.

Tinggal Lama di Lampung Secara Ilegal, WNA Asal Bangladesh Terancam 5 Tahun Bui

McKissick menambahkan, meski Bangladesh memiliki kebijakan resmi melarang pendatang ilegal melintasi perbatasan, namun kementerian luar negeri mengonfirmasi bahwa ribuan orang Rohingya telah memasuki negaranya.

Sementara ribuan orang lainnya masih berkumpul di perbatasan. Kendati demikian, informasi terkini mengenai nasib Rohingya belum bisa terkonfirmasi lantaran media dan organisasi bantuan kemanusiaan internasional dilarang mengunjungi Rakhine.

Etnis Rohingya yang jumlahnya sekitar satu juta jiwa dipandang oleh negara yang sebagian besar beragama Buddha ini sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. Nahas, baik Myanmar dan Bangladesh, enggan mengakuinya sebagai warga negara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya