Guru Asal Inggris Ajarkan Anak Pengungi Membuat Film

Anak pengungsi membuat film.
Sumber :
  • Bristol247

VIVA.co.id – Aphra Evans adalah seorang guru yang mengajar matematika dan bahasa Inggris untuk anak-anak pengungsi Suriah dan Palestina di sebuah sekolah di Beirut. Tapi itu dirasanya belum cukup. Ia juga  mengajarkan anak-anak itu membuat film menggunakan kamera. Aphra lalu mengajak Shyam Jones, temannya yang juga produser film, untuk membantunya.

Mengapa Mesir dan Jordania Tak Izinkan Pengungsi dari Palestina Masuk Negara Mereka?

"Tiga, dua, satu, action!"  Suara seorang anak pengungsi Suriah, Abdallah, yang baru berusia 11 tahun memecah keheningan. Dengan semangat ia memimpin anak-anak pengungsi lain untuk memainkan alat musiknya. Aktivitas itu ia lakukan di sebuah kamp pengungsi di ibu kota Lebanon.

Anak-anak yang terlibat dalam produksi film itu lalu memainkan alat musik mereka. Mengeluarkan bebunyian yang bising namun, mereka membawakannya  dengan sangat menarik, ditingkahi dengan suara tamborin. Lagu-lagu yang mereka lantunkan adalah lagu-lagu tradisional Arab, tentang cinta dan kehilangan.

Miris, Pengungsi Suriah Jual Ginjal dan Liver Demi Bertahan Hidup

Musik ini adalah bagian dari proyek film tentang pengungsi. Pembuatan film ini diinisiasi oleh organisasi internasional OverSeas, untuk membantu pengungsi Suriah di Lebanon menulis, mengarahkan dan berakting dalam sebuah film pendek, di mana Aphra terlibat menjadi relawan.

Sejak konflik Suriah pecah pada 2011, anak-anak ini sangat sering menjadi pusat perhatian untuk merekam kebrutalan perang dan tragedi yang terjadi akibat krisis pengungsi. Namun proyek film ini bertujuan untuk merekam sekeliling, memberi kesempatan pada anak-anak pengungsi kesempatan untuk menyampaikan cerita mereka, termasuk di belakang kamera.

Pilu, Ayah Rela Jual Ginjal Demi Beli Tenda untuk Tempat Tinggal Anak

Setiap hari, selama enam pekan, sekitar 30 anak berkumpul di Bokra Ahla (Untuk Masa Depan yang Lebih Baik), sebuah LSM yang memberikan layanan edukasi di Shatilla, sebuah kamp pengungsi Palestina di Beirut. "Dulu saya menggunakan kamera saya untuk membuat film. Tapi di sini, kami belajar membuat film menggunakan kamera, dan kami belajar banyak. Sangat menyenangkan," ujarnya seperti dikutip dari Arab News, 15 Mei 2017.

Mustafa terlihat sangat natural saat mengarahkan kameranya dan memberi komando pada teman-temannya. "Saya berharap saat dewasa nanti saya bisa menjadi pembuat film dan jurnalis. Saya akan mengajarkan pada anak-anak, bagaimana menggunakan kamera," celotehnya.

Proyek ini telah memproduksi beberapa film, termasuk sebuah film horor yang menceritakan tentang tiga penyihir. Juga sebuah film berjudul "Pengkhianatan di Beirut," sebuah film pendek dengan durasi enam menit yang bercerita tentang cinta, penculikan, dan keserakahan.

Selama proses belajar, diberitakan oleh Britol247, Aphra dan Shyam mendampingi anak-anak tersebut.  Dua guru muda itu membantu anak-anak membuat cerita, menulis naskah dan merekamnya dalam kamera.

"Selalu ada sudut pandang dari Barat, dari apa yang direkam oleh anak-anak ini. Tapi kami ingin mereka melihat sekeliling dan menguasi kontrol kamera dan video untuk sedikit mengubah sudut pandang mereka," ujar keduanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya