Malaysia Tak Berhasil Data Semua TKI Ilegal, RI Siap Bantu

Pemerintah Indonesia siap duduk bersama Malaysia untuk tangani TKI ilegal di Negeri Jiran.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dinia Adrianjara

VIVA.co.id – Program rehiring yang dilakukan pemerintah Malaysia untuk menangani pekerja migran ilegal dari berbagai negara dinilai tidak berdampak optimal. Program rehiring merupakan langkah pemerintah Malaysia untuk menangani dan mendata pekerja ilegal melalui pendaftaran enforcement card atau e-Kad yang telah dimulai sejak Februari hingga 30 Juni 2017. Pekerja ilegal yang memiliki e-Kad diizinkan bekerja dan memproses perbaikan status mereka hingga 31 Desember 2017.

Kasus Kapal Pengangkut TKI Ilegal Tenggelam, 8 Tersangka Ditangkap

Kendati demikian, pascapenutupan pendaftaran e-Kad, masih banyak pekerja yang ditangkap lantaran belum mendaftarkan diri pada program rehiring tersebut. Menurut data Kemlu RI, WNI yang ditangkap mulai tanggal 1 hingga 10 Juli lalu mencapai 695 orang.

Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Hermono, mengungkapkan hingga berakhirnya proses pendaftaran e-Kad, Malaysia hanya memenuhi 22 persen dari target awal yaitu 600 ribu orang. Menurutnya, ada berbagai alasan yang mengakibatkan program tersebut tidak sukses.

Kapolri Beber Upaya Polisi Tangani Tenggelamnya Kapal TKI di Malaysia

Salah satunya yaitu dari sisi majikan. Pihak majikan disebutkan tidak mau melakukan pemutihan data pekerjanya.  

"Kemudian persyaratan untuk program rehiring dianggap terlalu ketat sehingga banyak  tidak memenuhi syarat. Misalnya mereka yang dari awal bekerja ilegal itu tidak boleh. Orang Indonesia banyak yang begitu kemudian mereka yang kabur dari majikan juga tidak boleh," kata Hermono di Jakarta, Jumat 14 Juli 2017.

Polda Sumut Tetapkan 9 Tersangka Kasus Kapal TKI Ilegal Tenggelam

Selain dua faktor tersebut, salah satu hal yang menyebabkan program rehiring tidak maksimal adalah dari pihak pekerja yang tidak mau mendaftarkan diri dalam program.

Solusi Menyeluruh

Hermono menilai, selama ini proses penanganan pekerja ilegal hanya mengatasi dampak tanpa menyasar akar masalah. Hal ini akhirnya berdampak pada kejadian berulang orang bekerja di Malaysia secara ilegal.

"Ada masalah antara Indonesia dan Malaysia yang tidak punya perjanjian penempatan tenaga kerja karena sudah kedaluwarsa. Kita tidak memiliki instrumen hukum sebagai dasar penempatan tenaga kerja ke Malaysia," ujarnya.

Oleh karena itu menurutnya dua negara harus duduk bersama dan mencari solusi yang komprehensif.

"Indonesia siap bila Malaysia ingin mencari solusi komprehensif," kata dia.

Senada dengan hal itu, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia dari Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan bahwa tata kelola penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri memang harus diperbaiki agar posisi tawar  Indonesia lebih baik.

"Besarnya jumlah tenaga kerja kita di Malaysia bisa menjadi positif, kontributor untuk mempererat hubungan dengan Malaysia," ujar Iqbal. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya