Australia Sita Bahan Narkoba Senilai Rp37 Triliun

ilustrasi penggerebekan sabu
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id – Pihak berwenang Australia menyita bahan kimia yang cukup untuk membuat narkoba senilai AU$3,6 miliar atau setara dengan Rp37 triliun. Bahan kimia yang disita itu dikenal sebagai Ice, zat sangat adiktif yang digunakan untuk membuat methamphetamine atau sabu-sabu murni.

Mau Liburan Sambil Kerja, Australia Siapkan 4100 Visa untuk WNI

Sekitar 3,9 ton cairan efedrin itu disembunyikan dalam kemasan teh hijau botolan yang dikirim melalui kapal dari Thailand. Penyitaan ini merupakan penangkapan zat ilegal terbesar dalam sejarah Australia.

Australia adalah negara pengonsumsi sabu-sabu kristal per kapita tertinggi di dunia dan telah menjadi negara tujuan yang menarik bagi penyelundup narkoba, karena harganya yang tinggi.

6 Warga China dan 2 WNI Ditahan Coba-coba Masuk Perairan Australia

Menteri Kehakiman, Michael Keenan mengatakan bahwa 350 kilogram sabu-sabu yang disembunyikan di ember plastik dari Thailand juga berhasil dicegat dalam dua operasi yang dilakukan oleh polisi dan pasukan perbatasan selama tiga pekan terakhir.

"Investigasi ini dimulai dengan informasi yang berasal dari pihak berwenang Thailand mengenai dugaan impor obat-obatan terlarang skala besar ke Sydney," kata Keenan, seperti dikutip Straits Times, Jumat, 6 Oktober 2017.

Sosok Berkebaya Terukir di Monumen Perjuangan Australia, Siapa Dia?

Dua orang ditangkap karena penyelundupan efedrin, yang menurut pemerintah cukup untuk menghasilkan 3,6 ton narkoba dan sabu. Kendati demikian, kewarganegaraan kedua pelaku tidak diungkapkan.

Penggunaan sabu-sabu di Australia telah meningkat tiga kali lipat dalam lima tahun terakhir. Laporan dari Komisi Kejahatan Australia pada 2015 menemukan bahwa jika di China harga narkoba jenis Ice hanya berkisar US$80 untuk ukuran satu gram. 

Sementara itu, di Australia harga narkotika itu bisa melonjak hingga US$500 dalam jumlah yang sama.

"Keberhasilan operasi ini karena adanya hubungan kuat yang terjalin antara badan penegak hukum Australia dan negara lain," ujar Keenan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya