Merosotnya Suara Partai dan Tokoh Islam di Pemilu 2014

Nomor Urut Parpol Peserta Pemilu
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews - Hasil survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI Network) memperkirakan perolehan suara partai politik beraliran nasionalis akan jauh lebih unggul dari partai Islam.

Daftar Harga Motor Vespa per Maret 2024

Hasil survei LSI pada Maret 2013 itu menunjukan tak satu pun partai Islam berada dalam urutan empat besar perolehan suara. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebagai partai Islam atau berbasis massa Islam yang telah disahkan sebagai partai politik peserta Pemilu 2014, hanya mendapat dukungan suara di bawah 5 persen.

Elektabilitas PKB tercatat 4,5 persen, PPP 4 persen, PAN 4 persen, dan PKS hanya 3,7 persen. Tingkat keterpilihan partai Islam dan berbasis massa Islam itu jauh di bawah empat partai nasionalis.

Partai Golkar yang terus mengalami peningkatan dukungan suara memperoleh 22,2 persen, PDI Perjuangan 18,8 persen, Partai Demokrat 11,7 persen, dan Partai Gerindra 7,3 persen. Bahkan Nasdem, sebagai partai baru, sudah memiliki elektabilitas yang sejajar dengan PKB.

Survei LSI Network itu dilakukan di 33 provinsi di Indonesia dengan 1.200 responden, dan metode multistage random sampling. Estimasi margin of error sekitar 2,9 persen.

Hasil survei itu juga menemukan fakta menarik yaitu tidak adanya tokoh dari parta Islam yang juga masuk dalam tiga besar. Empat kandidat terkuat capres didominasi oleh tokoh beraliran nasionalisme.

Mereka adalah Megawati Soekarnoputri memperoleh dukungan sekitar 20,7 persen, Aburizal Bakrie 20,3 persen, Prabowo Subianto 19,2 persen, dan Wiranto 8,2 persen. Sementara tokoh dari partai Islam hanya berada pada urutan kelima dan seterusnya. Figur partai Islam dianggap kalah pamor dibanding para tokoh nasionalis.

Hatta Rajasa misalnya, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu hanya memperoleh dukungan 6,4 persen. Suryadharma Ali, sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memperolah 1,9 persen, Anis Matta, Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 1,1 persen. Sementara Muhamin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), hanya mendapat dukungan sekitar 1,6 persen.

Sebelumnya, hasil survei LSI Network pada 1 hingga 8 Oktober 2012, dengan 1.200 responden dan multistage sampling serta margin of error 2,9, juga memperlihatkan pamor partai politik berbasis Islam mulai suram.

Suara parpol Islam cenderung menurun dari masa ke masa. Pada pemilu pertama tahun 1955 perolehan suara Partai Islam sebanyak 43,7 persen. Pada Pemilu 1999 jumlah suara partai Islam merosot jadi 36,8 persen.

Perolehan suara partai Islam sempat menguat pada pemilu 2004 dengan 38,1 persen suara. Namun, pada pemilu 2009 perolehan seluruh partai Islam justru anjlok lagi dan hanya mencapai 23,1 persen.

Saat itu, dukungan tokoh dari partai Islam dianggap turun secara signifikan. Popularitas ketua parpol Islam yang juga menjadi menteri dalam kabinet Susilo Bambang Yudhoyono, seperti Hatta Rajasa (PAN), Muhaimin Iskandar (PKB), dan Suryadharma Ali (PPP) masih di bawah 60 persen.

Sementara popularitas tokoh nasional seperti Aburizal Bakrie, Megawati Soekarno Putri, dan Prabowo Subianto sudah berkibar di atas 60 persen.

Nasib suram juga akan dialami calon presiden yang mungkin diusung parpol Islam. Suara mayoritas pemilih jatuh ke tokoh-tokoh dari partai nasionalis yang rata-rata mendapat dukungan di atas 15 persen.

Tiga faktor

Menurut peneliti LSI, Adjie Alfaraby, ada tiga faktor penyebab tokoh partai Islam tak memperoleh dukungan signifikan sebagai capres sesuai hasil survei yang dilakukan pada 2013 ini. Pertama, kurangnya publikasi dari para tokoh partai Islam.

"Padahal, public expose dapat meningkatkan popularitas dan kesukaan terhadap seorang tokoh," kata Adjie, dalam paparan hasil surveinya, di kantor LSI, Jakarta, Minggu, 17 Maret 2013.

Menurut temuan LSI, hanya di bawah 30 persen publik yang mengaku sering melihat iklan, pemberitaan kegiatan, dan aktivitas turun tangan tokoh partai Islam.

Faktor kedua, adalah pendanaan tokoh partai Islam dinilai masih kurang,  sehingga tidak maksimal mendukung aktivitas sosialisasi dan kampanye. Ketiga, figur dari partai nasionalis dianggap mampu mengakomodasi kepentingan kelompok Islam. Setidaknya, sekitar 6,1 persen publik percaya bahwa para tokoh nasionalis mampu mengakomodasi kepentingan kelompok Islam.

Lemahnya dukungan figur partai Islam bukan hanya pada posisi capres, melainkan juga cawapres. Dari empat kandidat cawapres terkuat, hanya terdapat satu tokoh dari partai Islam.

Joko Widodo alias Jokowi 35,2 persen, Jusuf Kalla 21,2 persen, Hatta Rajasa 17,1 persen, dan Mahfud MD 15,1 persen. Ketua Umum partai Islam lainnya hanya di bawah 5 persen.

Berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI Network) pada Maret tahun ini, setidaknya kata Adjie,  ada tiga skenario yang mungkin terjadi di koalisi partai politik untuk Pemilu Presiden 2014.

Skenario itu didasarkan pada hasil survei elektabilitas empat partai besar, yakni Golkar 22,2 persen, PDIP 18,8 persen, Partai Demokrat 11,7 persen, dan Partai Gerindra 7,3 persen.

Skenario pertama, jika pada pemilu nanti perolehan suara Golkar sama dengan hasil survei LSI bulan ini, yaitu 22,2 persen, besar peluang bagi Golkar untuk mengusung capres sendiri. Saat ini Golkar sudah menetapkan Aburizal Bakrie sebagai capres.

Dengan suara 22,2 persen, Golkar diperkirakan memperoleh lebih dari 120 kursi di parlemen. Dengan syarat hanya 112 kursi atau 20 persen kursi DPR yang totalnya 560 kursi, Golkar bisa mengajukan capres dan cawapres sendiri tanpa koalisi.

Meski berkoalisi, posisi tawar Golkar akan lebih kuat seperti Partai Demokrat pada Pemilu Presiden 2009. Artinya, Golkar juga akan lebih leluasa untuk memilih cawapres mendampingi Aburizal Bakrie.

Golkar dan Aburizal diperkirakan akan mengikuti jejak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat pada Pemilu 2009, yaitu memilih cawapres nonpartai, dengan pertimbangan mengisi kekurangan capresnya sekaligus menghindari konflik kepentingan yang besar.

Namun ada dua nama nonpartai, yang dipertimbangkan Golkar, yaitu Jokowi dan Mahfud MD untuk mendampingi Aburizal. Bila dua nama itu bersedia, Golkar dan Aburizal dipastikan akan lebih memilih Jokowi dibanding Mahfud MD. Jokowi dipilih karena popularitas, dan mengisi perimbangan kekuatan pemilih berdasar etnis Jawa-non-Jawa.

Skenario kedua, dengan suara sebesar 18,8 persen, peluang PDIP memimpin koalisi capres sangat besar. PDIP hanya butuh tambahan beberapa persen suara sah nasional atau jumlah kursi di DPR dari partai lain.

Hingga kini, Megawati Soekarnoputri berpeluang besar dicalonkan PDIP. Lalu, Jusuf Kalla masuk sebagai salah satu nama yang dipertimbangkan PDIP sebagai cawapres. Jusuf Kalla juga bisa melengkapi syarat minimum dukungan pencapresan yang dibutuhkan PDIP. Ia pun mulai digadang-gadang PPP sebagai capres.

Skenario ketiga, apabila perolehan suara Partai Demokrat hanya 11,7 persen dan Partai Gerindra 7,3 persen, keduanya membutuhkan banyak tambahan suara untuk bisa membangun koalisi pencapresan di luar PDIP dan Golkar. Namun pemimpin koalisi tetap Partai Demokrat atau Gerindra.

Thailand Prime Minister Welcomes Albino Buffalo to Government House

Demokrat, dan Prabowo

Sementara dari Partai Demokrat, belum ada kader atau anggota partai yang menonjol dalam survei. Satu-satunya kandidat internal yang mencolok adalah Ani Yudhoyono. Namun, elektabilitasnya hanya berada pada angka 2,4 persen.

Peluang Liverpool Gaet Xabi Alonso Mengecil

Berdasarkan realitas suara Demokrat yang kian menurun, ditambah tak ada kader menonjol, partai ini bisa saja mendukung capres dari partai lain dan hanya mengajukan nama cawapres. Di sisi lain, Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, termasuk kandidat terkuat capres.

SBY, menurut Adjie Alfaraby, dikabarkan mulai melirik Prabowo sebagai alternatif. Keduanya memiliki kedekatan khusus karena sama-sama berlatar belakang militer.

Selain itu, Prabowo mulai membangun komunikasi politik dengan Hatta Rajasa yang sudah diusung PAN sebagai capres. Prabowo-Hatta adalah pasangan yang mungkin muncul di luar kekuatan poros Golkar dan PDIP. Kedua pasangan itu juga dimungkinkan direstui SBY.

Anjloknya elektabilitas Partai Demokrat dengan angka 11,7 persen, atau merosot 9 persen dibanding suaranya pada Pemilu 2009, yakni 20,85 persen, adalah bentuk hukuman rakyat bagi Partai Demokrat atas skandal kasus korupsi yang melibatkan tokoh di partai itu.

Penurunan suara Partai Demokrat sudah terbaca sejak Juni 2011. Tingkat elektabilitas partai itu telah disalip Partai Golkar yang memperoleh 17,9 persen. Sementara Partai Demokrat hanya 15,5 persen, dan PDIP 14,5 persen.

Setahun kemudian, hasil survei pada Februari 2012, Demokrat tidak hanya disalip Golkar, tapi juga PDIP. Golkar memperoleh dukungan 18,9 persen, PDIP 14,2 persen, dan Demokrat 13,7 persen.

Partai Islam menjawab

Menanggapai hasil survei Lingkaran Survei Indonesia(LSI) Network, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nurwahid dengan santai mengatakan, bahwa nasib partai Islam tidak ditentukan dengan hasil survei. "Sebagai komunikasi berdemokrasi, menyampaikan hasil kajian silakan saja," kata Nurwahid.

Namun perlu ditegaskan lembaga survei yang kerap menjadi rujukan itu, tetap perlu mengingatkan publik bahwa pemilu belum terjadi hari ini. Bagi partai Islam, hasil survei itu adalah cambuk untuk bekerja lebih baik. Selain itu, bahwa kedaulatan rakyat adalah hak rakyat, tidak bisa diwakili lembaga survei.

"Apakah dengan survei ini kedaulatan rakyat akan selesai," katanya.

Sementara hasil survei yang menyebutkan partai non Islami dapat mewakili masyarakat Islam, itu artinya ada andil besar dari keberhasilan partai Islam. Perlu juga diingatkan bahwa partai nasional juga memiliki sayap-sayap organiasi Islam. "Bila disebutkan ada pertarungan ideologi, itu penyesatan," ujarnya.

Karena itu, PKS tidak pernah merasa khawatir dengan hasil survei. Partai ini sudah tahu persis dan hafal dengan hasil survei. Namun, survei ini akan dianggap sebagai masukan.

"Kami tidak mengharamkan orang membuat survei, tapi lembaga survei harus adil, pemilu tidak dilakukan hari ini," katanya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M Romahurmuziy, juga menegaskan nasib parpol Islam tidak akan suram. Dia yakin parpol Islam akan tetap mendapat tempat di panggung politik Indonesia.

Menurut Romy--sapaan Romahurmuziy, tak semua faktor dipaparkan LSI itu mempengaruhi parpol Islam. Pemimpin parpol Islam, memang kalah tenar dibanding tokoh dari partai nasionalis. Sebab, para pemimpin partai nasionalis itu telah lebih dahulu berkiprah di pentas politik nasional. Selain itu, kata Romy, partai nasionalis memiliki sumber dana yang banyak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya