Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi

Konektivitas Sudah Jadi Kebutuhan Dasar Masyarakat

Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi
Sumber :
  • VIVA.co.id/M. Ali. Wafa

VIVA.co.id – Kementerian Perhubungan terus mengejar sejumlah proyek infrastruktur dan peningkatan sarana prasarana transportasi di seluruh Indonesia. Langkah tersebut diakui dapat mengurangi ketimpangan antarwilayah yang selama ini terjadi di wilayah barat dan timur Indonesia.

Buka Rute Pelayaran Langsung Ekspor ke China, Menhub Budi Pesan Ini

Bahkan, dalam pelaksanaannya, Kementerian Perhubungan saat ini tengah mengarahkan sejumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berada di pos anggarannya, untuk digunakan bagi proyek-proyek di daerah-daerah yang memiliki nilai ekonomi sangat rendah, namun sangat dibutuhkan masyarakat.

Sejumlah proyek infrastruktur dan sarana prasarana yang menjadi fokus Kementerian Perhubungan tersebut adalah proyek perluasan bandara di Papua dan daerah yang padat penumpang, perluasan pelabuhan, peningkatan kapal-kapal kecil untuk mendukung pelayaran rakyat, subsidi pesawat perintis, serta pembangunan kereta api ringan atau Light Rail Transit (LRT).

Menhub: Pelabuhan Patimban Targetkan Layani Ekspor 160.000 Kendaraan

Selain itu, Kementerian Perhubungan terus mengembangkan sejumlah pembiayaan untuk mendorong proyek-proyek transportasi dapat berjalan lebih cepat dan tepat waktu. Salah satunya adalah mendorong investasi masyarakat, swasta, penerbitan obligasi, dan Public Service Obligation (PSO).

Dari semua proyek infrastruktur dan peningkatan sarana prasarana transportasi tersebut diharapkan dapat terselesaikan pada 2019 serta tentunya bisa mengurangi disparitas harga di masyarakat serta meningkatkan ekonomi daerah.

Menhub Budi Jelaskan 5 Poin Penting Kesepakatan FIR RI-Singapura

Untuk mengetahui perkembangan sejumlah aktivitas dan proyek transportasi di Kementerian Perhubungan itu, VIVA.co.id, mewawancarai Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, akhir pekan lalu di ruang kerjanya. Berikut petikannya.

Bagaimana Anda melihat sektor transportasi di Indonesia? Apa yang harus dibenahi?

Sebenarnya apa yang ingin saya capai tentunya mengikuti arahan dari Presiden Joko Widodo, di mana sektor perhubungan atau konektivitas itu dalam membangun harus deliver atau hadir. Kenapa? Karena ada dua sisi, pertama, masyarakat atau rakyat itu sangat membutuhkan konektivitas, dan itu basic need, sama dasarnya dengan orang makan dan pakai baju, sehingga orang sangat membutuhkan sekali. Di sisi lain pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab harus memastikan itu.

Lalu, mengapa saya perlu katakan hadir, karena kita (pemerintah) kadang-kadang membangun, merancang, dan melakukan sesuatu itu tidak deliver pada masyarakat. Nah, kuncinya yang filosofis dan esensial itu harus terjadi saat ini dalam setiap pembangunan yang dilakukan perhubungan. 

Saya mengambil contoh beberapa kasus, bahwasanya kita lakukan itu harus money follow program, yang penting program tercapai, bukan hanya barangnya saja yang ada. Seperti contoh Bandara Silangit, waktu itu bandara itu belum selesai, tapi kita ingin deliver, orang ingin ke Danau Toba lewat Silangit, dengan keadaan yang seadanya begitu, kita buka minatnya banyak sekali. 

Nah, artinya ini harus jadi perhatian, karena ada kebalikan di satu tempat tertentu bandaranya besar. Tim saya ajukan proposal bagus, minta bandaranya dibuat seperti ini saja, seperti proyek-proyek saja, minta runway dipanjangin dari 2.000 meter menjadi 2.400 meter. Lalu saya tanya sehari berapa pesawat? Ternyata hanya empat dan itu saja sudah berlebihan. 

Dan sekarang, hal seperti itu tidak lagi terjadi, karena kalau ada bandara hanya panjang 1.600 meter, tapi penumpangnya banyak, kita (pemerintah) akan hadir di situ. Sebab, ini implikasinya tentu bisa ke mana-mana. Upaya ini juga terjadi pada pelabuhan, bandara, dan kereta api di seluruh Indonesia.

Langkah seperti ini akan menjadi dasar Kementerian Perhubungan untuk secara cermat mengalokasikan anggaran ke tempat-tempat yang dibutuhkan. Apalagi sekarang pemerintah relatif tidak banyak uangnya dibandingkan dengan jumlah inisiasi yang dimunculkan, jadi seoptimal mungkin penggunaannya.

Menurut Anda, apa pentingnya infrastruktur bagi Indonesia saat ini?

Infrastruktur itu kalau dalam tubuh manusia itu diibaratkan nadi, dia yang menghubungkan suatu fungsi dan suatu makna tertentu. Atau suatu makna dari suatu tempat ke suatu tempat. Jadi kalau tanpa infrastruktur, maka bisa dibayangkan kalau manusia, maka matilah di situ, atau minimal dia enggak bergerak dengan baik. 

Makanya Pak Presiden juga mengatakan kalau akan maju, mulailah dengan infrastruktur. Walaupun kita harus berjuang untuk mendapatkan dana yang besar itu, baik di laut, udara maupun darat di suatu kota.

Sekarang saya kasih contoh, suatu kota di Banten selatan, kan enggak ada jalannya, enggak ada apa-apa ekonominya, gitu-gitu aja, dia enggak tumbuh kan. Lalu, coba lihat di Sentani, Papua, sana bergairah, karena memang ada konektivitas laut, darat, dan udara. Jadi, bagaimana infrastruktur itu menjadi darah dari suatu daerah-daerah ke daerah lain yang kehidupan itu bisa hidup dan bisa berkembang dengan adanya transportasi. 

Untuk tahun ini, Kementerian Perhubungan telah menyediakan dana hingga mencapai Rp46 triliun. Dana-dana tersebut dibagi antara transportasi laut, kereta api, udara dan penyediaan bus-bus. Dari seluruh dana tersebut paling besar di transportasi laut dan kemudian kereta api.

KM Caraka Jaya Niaga III-32, kapal tol laut, sesaat sebelum berlayar perdana di Dermaga Jamrud Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya

Disparitas harga masih tinggi di daerah, bagaimana strategi tol laut atasi hal tersebut?

Jadi kita bicara soal tol laut, itu suatu filosofi untuk mempersatukan bangsa ini. Banyak orang komplain, negara ini apa kok banyak yang miskin dan tak terlayani. Dengan tol laut negara membuat suatu filosofi bahwasanya harus terjadi konektivitas antara timur dan barat. Nah, setelah itu kita lihat secara detail apakah yang kita lakukan itu berguna dan bermanfaat. 

Dengan tol laut kita tahu persis bahwasanya di timur ada diversifikasi harga, dan bukan itu saja, ada juga masalah teknis dan detail yang tidak mudah diselesaikan. Dengan tol laut kita tidak bawa barang saja, tapi terdistribusi dan harga itu bisa konstan. Dari sana timbul lagi ide baru kita buat rumah logistik, untuk kumpulkan barang dan angkut barang balik. 

Saya juga mampir di satu Kota Saumlaki, di Indonesia timur itu, kapal-kapal tidak hanya bawa barang dari timur-barat, tapi utara-selatan juga harus kita lakukan. Antarpulau juga harus dilakukan, setelah kita lakukan, banyak sekali kapal-kapal rakyat ternyata tidak layani dengan baik. Karena mekanisme di situ, masyarakat yang mengadakan, masyarakat yang gunakan. Padahal kita tahu daya beli masyarakat berapa sih, kemampuan masyarakat mengelola itu berapa sih, berapa besar, sehingga terjadilah suatu kesenjangan servis. 

Ini kita temukan, jadi kita tidak bangun kapal-kapal besar saja. Tapi kapal kecil juga kita lakukan. Nah, kapal kecil itu kita bangun 100 kapal tahun ini. Kita bangun dan dibagikan kepada masyarakat untuk mereka kelola, sehingga mereka dapat kapal yang baik. 

Selain itu, SDM-nya banyak yang tidak sekolah dan nanti kita sekolahkan untuk safety, security, dan sebagainya. Jadi, dengan tol laut itu kita bisa memotret secara riil, apa yang sudah dan apa yang belum. Dan yang belum itu harus kita rapikan sambil sekaligus membuat harga lebih bagus berjalan dengan baik.

Selanjutnya, evaluasi tol laut...

Lalu, soal evaluasi tol laut ini sudah berapa besar bisa turunkan harga di masyarakat?

Memang masih bervariasi, ada bisa sampai 30 persen, 40 persen atau bahkan ada hanya 5 persen. Hanya saja masalahnya masih banyak. Tapi problem itu barang-barang di satu tempat harus dibawa dan distribusi secara bertahap. Bukan kita mau katakan dapat barang, taruh, harganya cuman satu hari. Ditinggal, kemudian diambil tengkulak. Nah, itu yang kita lakukan di daerah, sehingga mereka dapat harga di daerah lebih bagus. 

Apakah Maluku jadi pilot project tol laut dan kapal rakyat?

Ya betul. Maluku jadi pilot project kapal rakyat karena tujuannya meningkatkan SDM jadi lebih bagus. Jadi kita sekolahkan di Ujung Pandang, sehingga kalau kita kasih 10 kapal di sana, ASDP dan Pelni akan jadi bapak angkat di sana, lalu dibina. Mengelola dalam beberapa tahun, lalu setelah itu kita lepas, sehingga mereka bisa menjalani sendiri.

Kapal pengangkut ternak KM Camara Nusantara 1

Soal subsidi tol laut apa targetnya, karena banyak kritik belum tepat sasaran? 

Goals-nya gini, itu multiguna. Goals yang pertama, berikan darah ekonomi untuk Indonesia bagian timur, dia bisa jual sapi. Karena kalau jual di sana pasti harganya cuma lima perak. Tapi, dengan ada pedagang sana, 100 ekor harus dibawa, maka harganya akan lebih tinggi. Sehingga dia ada harapan menjual sapi dengan harga yang bagus. Kalau lokal pasti nggak mahal. Terus kita ngomong di sini dengan skala itu belum mampu mengontrol harga, karena ada pedagang-pedagang besar yang pertahankan harga itu yang nggak mungkin turun.

Lalu, saya sampaikan kepada BUMN, kita ini belajar dan mau berusaha itu belajarnya dibayarin supaya perdagangan itu terjadi antara satu kota dan kota lain. Di sini hidup, karena ada harapan bisa menjual, di sini hidup karena disuplai, sehingga dinamikanya tumbuh, tidak hanya bisa menjual, tapi ekonominya tumbuh. Bayangin 100 sapi kali Rp25 juta sudah berapa, besar itu. Tapi kalau tidak ditarik ke sini, sapi-sapi itu tentu kecil sekali harganya. 

Banyak hal-hal seperti itu ingin kita lakukan, bahkan timbul ide lagi yang cukup liar. Mengapa kita tidak ekspor dari Saumlaki atau NTT ke Darwin, dari Morotai ke Talaut, daripada dia harus ke Jakarta atau Surabaya dulu. Jadi, dengan tol laut banyak fakta yang harusnya terjadi dan dieksekusi secara makro, yang selama ini nggak dilihat.

Nah, itu satu yang berikan gambaran keberhasilan tol laut, meski secara harga belum terlihat. Jadi dengan ada trading (perdagangan) yang masif tadi itu sudah cukup bagus untuk ekonomi. Karena mereka itu benar-benar tertinggal seperti di NTT, Maluku, Papua, kita mesti pastikan.

Kalau untuk tol udara di Papua itu konsepnya seperti apa? Apakah harga semen bisa turun?

Papua itu daerahnya ada di ketinggian 3.900 meter hingga 4.000 meter, dan dia hanya bisa dicapai dengan pesawat terbang. Pesawatnya pun kapasitasnya sedikit lagi, hanya angkut sebanyak 15 orang. Nah, selama ini tol itu cuma sampai bawah, sampai Timika dan Merauke. Untuk itu, kita sambil perbaiki bandara-bandara, kita buat keperintisan, dengan pesawat subsidi, sehingga nanti semen, minyak harganya bisa murah.  

Untuk tol udara itu, berapa dana yang disiapkan?

Kita tidak siapkan pesawat, tapi kita siapkan sekitar Rp300 miliar, dan itu dalam bentuk subsidi.

Selanjutnya, pendanaan LRT...

Terkait LRT, kabarnya APBN tidak mampu biayai semuanya, langkah apa yang dilakukan ke depan?

Jadi begini, saya juga habis dapat arahan dan dapat buku tentang pembiayaan infrastruktur. Kalau ngomong enggak ada, sebenarnya negara ada-ada saja. Cuman kita ingin kalau suatu usaha tertentu yang dimungkinkan bisa di-financing dengan dana masyarakat, mengapa mesti kita keluarkan. Jadi kalau di Sumatera, ya sudah, karena memang di luar Jawa kan, kita beri dengan APBN.

Jakarta, dengan tempat populasi yang banyak, daya beli yang lebih bagus, mestinya dia punya potensi untuk membiayai diri sendiri, Oleh karenanya, kita berpikir keras, agar LRT di Jakarta itu juga dibiayai oleh masyarakat lewat financing, apakah pinjaman, apakah obligasi, dan sebagainya. 

Kalau kita mau cepat, ya ambil saja APBN, selesai urusannya. Tapi kan kita harus pilih gitu, dari APBN yang mana harus kita berikan. Oke, kalau enggak mampu, saya kasih 25 persen, yang 75 persen dari masyarakat. Supaya ini bisa dipakai untuk bikin bandara di Kalimantan, bikin kereta api di Sulawesi, bikin pelabuhan di Sumatera dan sebagainya, uangnya itu bisa dipakai. 

Bahkan, secara agresif, saya mengundang swasta, walaupun “swasta”-nya, masih AP (Angkasa Pura), sama Pelindo. Jadi ada 20 pelabuhan, ada 10 bandara, saya kasih ke mereka. Supaya mereka mengelola, kita tetap dapat uang, dan layanan yang lebih baik.

Uang saya gunakan untuk mengelola di daerah, orang kita juga di daerah, sehingga kombinasi pendanaan pemerintah dan swasta ini bisa jalan. Upaya itu memang tidak gampang, tapi meskipun begitu, bisa sistematis, dan itu bisa terjadi.

Sebagai contoh, sebentar lagi tahun 2018 itu jalan tol nyambung sampai ke Ngawi barangkali, Semarang sekarang. Nah, itu dari mana duitnya, duitnya sebagian dari swasta. Jadi, Waskita Karya dapat suntikan modal, modal itu dia pinjam, terus dia bangun. Nanti kalau sudah selesai bangun, ini bisa dijual dan bisa bangun di tempat lain. 

Jadi, memang kalau di permukaan, dilihat pemerintah tidak punya uang. Tapi dengan kondisi itu, justru kita kreatif, dengan kondisi itu justru kita berusaha. Dengan kondisi itu kita menemukan format-format baru. 

Kita memang berharap pihak swasta, pemda itu ikut. Contoh yang bagus adalah Banyuwangi, itu kan bukan prioritas. Mereka pintar, mereka beli tanah, mereka bangun seadanya flyings toll. Berangsur-angsur, (destinasi) turisnya juga dia bangun. Terus dia bangun bandaranya bagus, dengan sendiri menimbulkan rasa simpati, menimbulkan keinginan orang melihat bagaimana proyeknya. 

Sekarang Banyuwangi kita lihat, kalau bandara itu kita kira rata-rata habis Rp400-500 miliar. Dia sudah selesaikan semua, saya tinggal kasih sekitar Rp50-60 miliar. Nah, ini yang harus di-maintaince, harus didorong supaya pemda di daerah berusaha untuk membangun. Nah, di Papua juga ada satu di Asmat, dia mau mengeluarkan dulu. Karena, kalau semuanya APBN, di seluruh Indonesia banyak sekali yang harus kita keluarkan.

Pembangunan proyek LRT terancam berhenti.

Secara keseluruhan, apakah LRT miliki aspek keekonomian?

Jadi begini, saya mau ngomong basic lah. Yang namanya kereta api, di mana-mana prasarananya itu dibiayai oleh pemerintah, baru sarananya, dan lain-lain oleh swasta, begitu. Tapi kan enggak ada salahnya kita men-challenge seberapa banyak swasta bisa ikut. 

Mumpung Jakarta punya daya dukung membayar, jadi saya excercise dengan tarif tertentu. Ya, enggak bisa semua investasi, sebagian ada APBN, tapi enggak semuanya. Jadi pasti enggak ketemu ngomong soal itu, karena investasinya besar, dan memang rakyat itu subsidi itu. 

Jadi oleh karenanya, kita akan subsidi lewat PSO, kita bantu lewat Penyertaan Modal Negara (PMN). Kita akan bantu juga lewat dana murah, jadi bunganya itu enggak tinggi. 

Dan yang untuk Palembang, daya beli masyarakat kan rendah sekali di sana, bisa Rp5 ribu saja sudah bagus, itu tarifnya. Padahal, nilai keekonomiannya itu Rp20 ribu sebenarnya. Satu-satunya ya, kita investasi di sana. Tapi macam Jakarta gitu, dia Rp15 ribu pasti bayar. Rp15-30 ribu masih dibayar. Kalau di Palembang Rp5 ribu saja enggak dibayar. Jadi Rp15 ribu masih oke kita.

Dari target yang sudah ditetapkan Presiden, berapa persen bisa tercapai pada 2019?

Ya, untuk menentukan harus berapa persen itu kan juga bingung. Tapi beginilah, saya melihat harus ada improvement, ada layanan yang penting harus dilakukan. 

Apa contohnya, misalnya sekarang ini jalan darat itu. Kemarin Pak Basuki (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono) telepon saya. Pak, jalan saya rusak terus bagaimana, jalan truk yang 20 ton dipakai untuk yang 40 ton, ya hancur lah begitu.

Nah, sebetulnya kita sudah menemukan konsepnya, yaitu menggunakan kapal RORO, short sea shipping. Jadi pakai RORO dari Panjang ke Jakarta, dari Jakarta ke Surabaya, Surabaya ke Bali segala macam, sehingga truk-truk itu enggak di situ lagi, jadi 2019 itu harus jalan. 

Lalu, tol laut itu kita pastikan harus lebih bermakna, barang-barang bisa lebih murah, dan barang lebih banyak yang bisa dibawa. Nah, pelayaran rakyat, yang selama ini tidak baik, kita harus berikan 100 kapal kepada mereka, kita kasih pembelajaran.

Yang lebih high profile, katakanlah, kita ingin Priok menjadi hub untuk transhipment. Jadi bukan ke negara tetangga, kita akan satukan kekuatan untuk melakukan ini. Soekarno-Hatta juga kita ingin menjadi hub. Jangan transit saja, ini suatu kekuatan tersendiri. Kereta dan lainnya, supaya lebih banyak lagi dan ada di mana-mana. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya