Jakarta Banjir Saat Curah Hujan Lebih Kecil

Banjir di kawasan WTC Mangga Dua Selasa, 21 Februari 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Selasa pagi, situasi Ibu Kota semrawut. Lalulintas sangat tidak beraturan, karena banyak jalan yang tak bisa dilintasi kendaraan. Penyebabnya, banjir. Hujan dengan intensitas deras terus menerus yang berlangsung sejak dini hari hingga siang yang membuat seluruh wilayah Jakarta terendam. Ketinggian air di setiap wilayah di Jakarta pun bervariasi.

Petugas Gabungan Pasang Bronjong di Tanggul Jebol Kali Hek Kramat Jati

Banjir yang mengepung Jakarta ini bukan hanya singgah di rumah warga, bahkan membuat transportasi massal seperti KRL Commuter Line dan TransJakarta terganggu karena jalur terendam air. Tak hanya itu, jalan tol dari arah Bekasi menuju Jakarta juga ikut kebanjiran. Akhirnya, ribuan kendaraan di tol terjebak dan baru bisa melintas secara perlahan dalam waktu yang cukup lama.

Meski banjir tak menerjang semua rumah warga, tetapi dampaknya dirasakan oleh semua pihak. Banjir tahunan kali ini nyatanya bukan hanya menimpa Jakarta, tetapi wilayah sekitarnya seperti Depok, Tangerang dan Bekasi.

28 RT di Jakarta Terendam Banjir, Hek Kramat Jati Mulai Surut

Dari data yang dihimpun BMKG, curah hujan yang turun dan menyebabkan banjir di Jakarta dan sekitarnya antara lain Lebak Bulus 71.7 mm, Pakubuwono 106 mm, Beji 65 mm, Depok 83 mm, Gunung Mas 39 mm, Pasar Minggu 106.5 mm, Tangerang 92.5 mm, Pondok Betung 67.4mm, Cengkareng 72 mm, Tanjung Priok 115.9 mm, Kemayoran 180 mm, Dramaga 75 mm, Curug 37.5 mm, Kelapa Gading 145.4 mm, TMII 48.8 mm, Parung 21.8 mm,  Jagorawi 72.5 mm, Mekarsari 60.8 mm, Leuwiliang 89.7 mm, Katulampa 35.8 mm, dan Bekasi 65 mm. Tebal hujan tersebut tergolong hujan sedang hingga lebat.

Curah hujan tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan hujan yang menyebabkan banjir di Jakarta pada tahun 2007, 2013 dan 2014 yang saat itu mencapai 200-350 mm.

BPBD Ungkap Data Curah Hujan Eksrem yang Sebabkan Jakarta Banjir Hari Ini

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menilai, banjir yang mengepung wilayah Jakarta, Bekasi dan Tangerang pada hari ini menunjukkan wilayah tersebut masih rentan terhadap banjir.

Dia mengatakan hal ini tidak terlepas dari dampak perubahan penggunaan lahan yang begitu pesat di wilayah Jabodetabek, sehingga hampir 80 persen hujan jatuh berubah menjadi aliran permukaan. Sementara itu kapasitas drainase dan sungai jauh lebih kecil daripada debit aliran permukaan.

"Akibatnya banjir dan genangan terjadi dimana-mana," kata Sutopo dalam keterangan tertulisnya.

Dari citra satelit Landsat tahun 1990 hingga 2016, kata dia, menunjukkan permukiman dan perkotaan berkembang luar biasa. Permukiman nyaris menyatu antara wilayah hulu, tengah dan hilir dari daerah aliran sungai yang ada di Jabodetabek. Hal itu ditambah sangat minim ruang terbuka hijau atau kawasan resapan air sehingga suatu keniscayaan air hujan yang jatuh sekitar 80 persennya berubah menjadi aliran permukaan. Bahkan, di wilayah perkotaan sekitar 90 persen menjadi aliran permukaan.
 
Belum lagi, kapasitas sungai-sungai dan drainase perkotaan mengalirkan aliran permukaan masih terbatas. Okupasi bantaran sungai menjadi permukiman padat menyebabkan sungai sempit dan dangkal. Sungai yang harusnya lebar 30 meter, saat ini hanya sekitar 10 meter. Bahkan ada sungai yang 5 meter. Sudah pasti kondisi tersebut menyebabkan banjir.

"Relokasi permukiman di bantaran sungai adalah keniscayaan jika ingin memperlebar kemampuan debit aliran. Tapi seringkali relokasi sulit dilakukan karena kendala politik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat," ujarnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, penataan ruang harus dikendalikan. Daerah-daerah sepadan sungai, kawasan resapan air dan kawasan lindung harus dikembalikan ke fungsinya.

"Tidak mungkin Pemda Jakarta sendirian mengatasi banjir. Harus kerjasama dengan pemerintah pusat dan pemda lain. Studi banjir dan masterplan pengendalian banjir sudah ada sejak lama. Tinggal komitmen bersama. Artinya wilayah Jabodetabek juga makin tinggi risikonya terjadi banjir jika tidak dilakukan upaya pengendalian banjir yang komprehensif dan berkelanjutan," kata Sutopo.

Curah hujan tinggi

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika sudah memprediksi intensitas hujan yang turun di sekitar wilayah Jakarta, Bogor, Bekasi, Depok dan Tangerang, sejak Selasa dini hari.

"Sebagai catatan, hujan memiliki kisaran lebih dari 50 mm selama 24 jam, sehingga hampir sebagian besar wilayah Jabodetabek terjadi hujan sedang hingga lebat," kata Deputi Meteorologi BMKG, Yunus S. Suwarinoto dalam keterangan persnya.

Menurut Yunus, dari pantauan data satelit maupun radar sebaran hujan relatif cukup merata di sekitar Jabodetabek, munculnya aktivitas awan Cumulonimbus menyebabkan hujan lebat yang disertai kilat dan petir pada dini hari tadi.

Sebaran awan hujan lebih dominan di wilayah utara dibanding wilayah selatan, hal tersebut sesuai dengan pengukuran curah hujan yaitu wilayah utara memiliki curah hujan lebih tinggi dibanding wilayah lainnya. Sehari sebelumnya, kawasan Jabodetabek juga diguyur hujan yang cukup intens dari pagi hingga siang hari.

"Kejadian hujan lebat pada pagi ini disebabkan adanya area konvergensi atau pertemuan angin tepat di sekitar wilayah Jakarta khususnya bagian utara, sehingga pertumbuhan awan hujan menjadi sangat kuat yang ditandai dengan banyaknya awan Cumulonimbus," kata Yunus.

Dari pantauan kondisi atmosfer global dan regional, pengaruh gelombang tropis memicu munculnya area tekanan rendah serta monsoon Asia yang masih cukup kuat, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi fenomena cuaca regional dan lokal seperti munculnya daerah konvergensi kuat di Pesisir Barat Sumatera hingga wilayah Jawa bagian Barat.

Puncak Musim Hujan

Yunus menambahkan,hujan yang kini berdampak pada munculnya sejumlah banjir di beberapa wilayah Indonesia, akan terus terjadi hingga beberapa hari ke depan.

"Khususnya, wilayah pantai barat Sumatera, Sumatera Bagian Utara, Selatan, Bengkulu, Riau, Lampung, Banten, Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Tiur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Timur, Sulawesi bagian tengah, Selatan dan sebagian besar Papua," kata Yunus.

Menurutnya, saat ini, seluruh wilayah Indonesia memang sedang menghadapi puncak musim hujan. Sehingga, bencana banjir, atau bencana hidrometereologi memang memungkinkan terjadi di mana pun.

Dari pantauan BMKG, kondisi atmosfer beberapa hari ke depan terdeteksi adanya aliran udara basah dari Samudera Hindia yang menyebabkan wilayah Sumatera Bagian Selatan, Banten, Jawa Barat dan Jabodetabek cenderung dalam kondisi yang cukup basah.

"Munculnya area perlambatan dan pertemuan angin mengakibatkan kondisi udara tak stabil. Potensi hujan lebat dan kilat tinggi," kata Yunus.

Dia menjelaskan, masyarakat diharapkan tetap mewaspadai potensi peningkatan curah hujan yang dapat disertai angin kencang, serta berpotensi mengakibatkan banjir, tanah longsor, banjir bandang maupun genangan.

Adapun secara umum, sejak Januari tidak terdapat fenomena cuaca global yang signifikan, seperti Indian Ocean Dipole (IOD), seruakan dingin, maupun gelombang tropis

yang hampir seluruhnya dalam kondisi netral. Pada periode kali ini sangat perlu memperhatikan perkembangan dinamika cuaca lokal dan regional.

Dari tinjauan kondisi atmosfer beberapa hari ke depan, terdeteksi adanya aliran udara basah dari Samudera Hindia. Hal itu menyebabkan wilayah Sumatera bagian selatan, Banten, Jawa Barat, dan Jabodetabek cenderung dalam kondisi yang cukup basah.

Solusi Banjir Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyalahkan hujan yang tak berhenti sejak Senin malam, 20 Februari 2017, sebagai penyebab banjir terjadi di banyak wilayah Jakarta Selasa pagi.

Ditambah lagi, kata Ahok, sapaan akrab Basuki, proyek normalisasi sungai, yang merupakan program utama pemerintah untuk menanggulangi banjir di Jakarta, pada tahun keempat pelaksanaannya saat ini, baru tuntas 40 persen.

Kondisi tersebut membuat aliran-aliran sungai di Jakarta belum mampu sepenuhnya menampung limpahan air, terutama jika volumenya terlalu besar akibat hujan yang berlangsung terlalu lama seperti hujan yang hingga Selasa pagi ini.

"Saya bilang kalau hujannya berhenti, enggak sampai sehari pasti beres (banjir tidak terjadi di banyak titik). Cuma kalau dia enggak berhenti terus, ya kayak kamu punya gelas diisi air terus gimana? Pasti meluber," ujar Ahok di Balai Kota DKI.

Ahok kembali menekankan normalisasi sebagai hal yang harus dilakukan untuk membuat banjir yang telah menjadi bencana tahunan di Jakarta tak terus terjadi. Normalisasi, selain dilakukan pada sungai, juga pada waduk.

Sementara, kendala terbesar pelaksanaan normalisasi adalah sulitnya pembebasan lahan di wilayah bantaran waduk dan sungai. Ahok meminta pihak-pihak yang selama ini menentang pembebasan lahan yang dilakukan dengan cara penertiban hunian liar atau pembongkaran bangunan-bangunan disertai ganti rugi tidak lagi melakukan penolakan. Pengorbanan mereka, diperlukan supaya proyek normalisasi tuntas sehingga Jakarta pada akhirnya tak lagi sering dilanda banjir.

"Waduk-waduk mesti dibesarin lagi. Tapi Kan (pinggiran) waduk-waduk sudah diduduki orang. Harus kita bongkar, enggak ada cara lain," ujar Ahok.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya