Lapas Sempit Jadi 'Alat' Memeras, Tahanan Kabur Massal

Ilustrasi tahanan kabur
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irfan Anshori

VIVA.co.id – Kaburnya narapidana secara massal dari lapas kembali terjadi. Namun kali ini, ternyata dicatat sebagai peristiwa terbesar di Indonesia. Insiden ini tak mengejutkan. Kebanyakan lapas di Indonesia yang dihuni melebihi kapasitas, sejak lama diprediksi akan menjadi momok. Cepat atau lambat.

Bebas dari Penjara, Nazaruddin Terima Remisi 49 Bulan

Pada Jumat siang, 5 Mei 2017, saat petugas akan membukakan pintu bagi para tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sialang Bungkuk untuk menunaikan salat Jumat ternyata menimbulkan aksi anarkistis. Tak hanya ricuh, ratusan narapidana lalu memanfaatkan kesempatan untuk kabur. Petugas yang bisa dihitung dengan jari pada saat itu kalah jumlah.

Dilaporkan, 442 tahanan melarikan diri dari lapas yang berada di Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau tersebut. Dua hari berselang disebutkan bahwa sudah setengah jumlah tahanan kabur yang berhasil ditangkap polisi dan kembali dijebloskan ke penjara. Sebagian, ada juga yang menyerahkan diri. Namun lebih dari 200 orang narapidana yang kabur masih diburu. Di antara mereka diketahui mendapatkan vonis seumur hidup hingga vonis mati yang antara lain terkait dengan kasus pembunuhan dan perkara narkotika.

Waduh, Hasil Rapid Tes Dua Sipir Lapas Cibinong Positif Corona

Kepolisian menyatakan bahwa pengejaran intensif dilakukan untuk mengembalikan para tahanan yang kini tengah berkeliaran menghirup udara bebas.  Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Rikwanto mengatakan, hingga saat ini lapas tersebut masih dijaga ketat oleh petugas keamanan. Namun pascapelarian ratusan tahanan, situasi di lokasi tersebut kondusif. Yang masih menjadi pekerjaan rumah pada saat ini yakni menangkap kembali para tahanan kabur.

“Situasi saat ini masih terkendali dan kondusif dan para tahanan telah kembali ke blok A, B dan C,” kata Rikwanto sebagaimana diberitakan VIVA.co.id.

Corona Mewabah, Kapasitas Lapas dan Rutan Dinilai Perlu Dikurangi

Dia menjelaskan, dari 442 tahanan kabur, 221 orang masih belum ditemukan. Saat ini jumlah tahanan yang ada di lapas yakni 1.428 orang. Dari jumlah tersebut, 304 orang ditempatkan di blok A, 550 orang di blok B, 472 orang di Blok C, 11 orang di bagian dapur , 10 orang di klinik dan 81 orang tamping atau narapidana yang sedang dipekerjakan.

Untuk menjaga lokasi dan mengamankan sekitar lapas, diturunkan tiga kompi atau sekitar 300 personel di Lapas Sialang Bungkuk. Personel tersebut terdiri dari aparat polisi, TNI serta Satuan Polisi Pamong Praja alias Satpol PP.

Setelah insiden tersebut, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly langsung mendatangi Lapas Sialang Bungkuk. Tak berlama-lama di lapas, Yasonna tak hanya mengecek operasional dan pejabat lapas juga berbicara dengan para penghuni. Yasonna membenarkan, dari informasi yang dihimpunnya, kerap ada pemerasan terhadap tahanan di lapas tersebut.

“Keluhan mereka sudah saya dengar. Betul-betul ada perbuatan yang sangat tidak bertanggung jawab dari staf. Ada pemerasan,” kata Yasonna di Pekanbaru, Riau, Minggu 7 Mei 2017.

Secara umum, kata dia, petugas sengaja membuat sesak rutan sehingga para tahanan atau narapidana tak nyaman. Lalu situasi tak nyaman itu dimanfaatkan petugas untuk memeras.

Menkumham menegaskan sudah menonaktifkan Kepala Lapas Sialang Bungkuk hingga proses penyelidikan selesai. Diakuinya, lapas itu kini kelebihan kapasitas hingga 500 persen. Yasonna berjanji akan segera mencari solusi.

Lebih awal, Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, I Wayan Kusmianta Dusak, mengatakan bahwa dugaan awal, kaburnya para tahanan di lapas tersebut dipicu adanya tuntutan pencopotan kepala keamanan lapas. Dari laporan petugas lapangan yang mereka terima, para narapidana disebut merasa disusahkan oleh kepala keamanan.

“Informasi awal penyebabnya masalah kepala keamanan. Kepala keamanan kita itu bermasalah, itu tuntutan mereka yang menuntut kepala keamanannya diganti,” kata Dusak pada Jumat, 5 Mei 2017 lalu.

Dia sempat menjelaskan kronologi pelarian massal. Pada awalnya petugas membukakan pintu bagi tahanan untuk salat Jumat dan yang akan keluar secara bertahap yakni dimulai dengan 50 tahanan. Namun tiba-tiba terjadi pendobrakan dari pintu samping lapas. Ramai-ramai tahanan mendesak petugas dan sebagian besar akhirnya memaksa keluar. Petugas dengan jumlah yang minim bukan hanya tak mampu menangkap tahanan kabur juga kesulitan untuk menahan bentrokan itu.

“Mereka menjebol pintu sampingnya,” kata Dusak.

Namun pada hari Jumat yakni hari yang sama, tak lama setelah pelarian massal itu, petugas berhasil mengembalikan 30 tahanan kabur. Belakangan, alasan lain para tahanan kabur tersebut, terungkap. Tak berbeda dengan informasi yang didapatkan Menkumham. Menurut  Mabes Polri, ada beberapa faktor yang membuat para napi kabur, salah satunya tidak bisa mendapatkan haknya tanpa membayar kepada petugas lapas.

“Tapi yang utama mereka merasa terintimidasi, harus membayar sesuatu kalau mereka ingin sesuatu,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Setyo Wasisto di Jakarta, Sabtu 6 Mei 2017.

Para tahanan disebut tidak puas. Apalagi lapas tersebut saat ini ditempati jauh di atas kapasitas yang seharusnya. Lapas itu hanya mampu menampung 361 orang tahanan namun kini dihuni lebih dari 1.400 orang.

 “Jadi kalau mereka dicek tidak ada identitas, kami akan tangkap dahulu karena patut dicurigai,” kata dia lagi.
 
Selanjutnya... Lagu Lama

Lagu Lama

Masalah kelebihan kapasitas lapas ini menjadi “lagu lama”. Provinsi Riau, lokasi Lapas Sialang Bungkuk, disebut menjadi wilayah yang lapas dan rutannya paling over kapasitas. Institut for Criminal Justice Reform (ICJR) merilis bahwa hampir semua lapas di Indonesia kelebihan penghuni. Bahkan di 14 lapas dan rutan di Riau disebutkan, kelebihan kapasitas rata-rata bisa 200 hingga 300 persen.

“Provinsi Riau juga memiliki salah satu rutan dengan kelebihan beban terburuk yaitu Rutan Bagan Siapi-api yang kelebihan bebannya mencapai 700 persen dari kapasitas,” kata Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono melalui keterangan tertulis.

Dengan kondisi demikian, sangat mudah bagi tahanan untuk menemukan kesempatan kabur apalagi dengan jumlah petugas pengamanan yang secara rasio, tak seimbang.

Masalah kelebihan penghuni ini disebut ibarat penyakit akut dan kritis yang harus segera menjadi perhatian utama pemerintah. Kepadatan lapas selama ini disayangkan hanya diselesaikan dengan kebijakan tambal sulam. ICJR berharap pemerintah bisa cekatan merealisasikan kebijakan khususnya untuk mengurangi jumlah tahanan yang membeludak.

Diakui, sudah ada beberapa ide pengurangan tahanan yang bisa efektif mengurangi napi dipenjara. Sayangnya, praktik ini secara menyeluruh diragukan berjalan. LSM tersebut memberikan contoh adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 yang menaikkan batas minimal kerugian tindak pidana yang dibui yakni yang awalnya Rp250 ribu menjadi Rp2,5 juta. Selain itu ada juga kebijakan rehabilitasi narkoba bagi pengguna yang bukan pengedar atau bandar obat terlarang.

“Namun kebijakan ini belum memberikan kontribusi bagi masalah lapas. Masalah terbesar tetap ada pada tujuan pemidanaan di Indonesia misal yang masih kental dengan penjeraan dengan menggunakan pidana penjara melihat rancangan KUHP yang disebut-sebut pemerintah,” lanjut Supriyadi.

Opsi lainnya, sudah ada ketentuan sanksi pelanggaran hukum melalui kerja sosial sebagai hukuman alternatif di luar hukuman bui. Namun sanksi ini bisa diberikan apabila pidana penjara yang dijatuhkan hakim tak lebih dari enam bulan.

Pelarian massal lapas pada Jumat lalu tersebut tak hanya menjadi potret buruk pemasyarakatan di Indonesia, namun sekaligus sebagai alarm urgensi untuk memilah dan mempraktikkan sanksi hukuman yang tak hanya fokus pada jeruji besi. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya