Heboh Jenderal Polisi di Balik Teror Air Keras Novel

Novel Baswedan diterbangkan ke Singapura untuk menjalani perawatan khusus.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA.co.id – Sudah lebih dari dua bulan, tepatnya sejak Selasa 11 April 2017, kasus teror yang menimpa penyidik senior KPK, Novel Baswedan, belum juga terungkap. Novel, yang disiram air keras usai melaksanakan Salat Subuh di masjid sekitar kediamannya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, saat ini masih menjalani perawatan di Singapura akibat luka serius di wajah dan matanya.

Jumat Ini KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor soal Korupsi Potongan Insentif

Dari keterangan awal yang disampaikan oleh Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Dwiyono, diketahui bahwa pelaku penyiraman Novel setidaknya ada dua orang. Ketika itu, mereka menghampiri Novel yang tengah berjalan kaki dari masjid menuju ke rumahnya dengan menggunakan kendaraan roda dua.

Begitu posisi sudah dekat, kedua orang tersebut langsung menyiram air keras ke arah Novel. Dia sempat berlari menghindar namun terkena pohon.

Pendeta Gilbert Akan Dilaporkan Lagi Jika Tak Sampaikan Permintaan Maaf Lewat Media

Sejak saat itu, polisi berjanji melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap para pelaku. Bahkan dengan penekanan secepatnya. Tapi sampai kini, belum juga tertangkap.

Seiring berjalannya waktu, proses penyelidikan menemui perkembangan-perkembangan. Sebelum peristiwa, Novel memang sadar bila tengah dibuntuti oleh orang lain. Dia pun berinisiatif memoto orang tersebut. Foto-foto itu akhirnya sampai ke tangan kepolisian.

Lebih dari 2 Ribu Aparat Tetap Dikerahkan ke MK Meski Relawan Prabowo-Gibran Batal Aksi

Petunjuk lain juga ada di rekaman CCTV di rumah Novel. Sayangnya, gambar yang dihasilkan tidak terlalu jelas. Selain itu, puluhan saksi juga sudah diperiksa. Salah satu hasil keterangan adalah terdapat seorang pria yang beberapa hari sebelum kejadian, sempat mendatangi rumah Novel untuk membeli gamis.

Tapi, hasilnya nihil. Pelaku, apalagi aktor intelektual dari teror itu tetap belum terkuak. Meskipun polisi juga sudah melakukan olah kejadian perkara beberapa kali.

Beberapa waktu kemudian, muncul seseorang bernama AL, satpam di sebuah spa di Jakarta Pusat, yang diduga menjadi pelaku penyerang Novel. Sosok tersebut didapat polisi dari foto yang diberikan Novel di Singapura. Namun kemudian mentah lagi karena setelah diperiksa, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa AL adalah si pelaku.

Selang beberapa hari berikutnya, muncul lagi sebuah nama terduga pelaku. Kali ini, orang tersebut adalah Mico Panji Tirtayasa atau Nico yang diketahui merupakan keponakan Muchtar Efendi, salah satu terpidana kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi. Hubungan dengan Novel, dia merupakan salah satu penyidik yang melakukan penyidikan kasus dugaan suap Muchtar.

Tapi kemudian, Nico dilepaskan. Dia sempat ditangkap dan lalu diperiksa karena membuat video yang berisi pernyataan yang kurang menyenangkan atau kebencian kepada Novel di media sosial.

Selanjutnya...Novel Heran

Novel Heran

Penanganan yang tak juga menunjukkan hasil positif membuat Novel berbicara. Kali ini dengan bobot yang lebih serius. Dia mengungkapkan keheranannya atas proses penyelidikan kasus penyiraman air keras yang menimpanya.

"Saya sebenarnya telah menerima informasi bahwa seorang jenderal kepolisian – level tinggi dari jajaran kepolisian – terlibat (dalam kasus penyiraman air keras). Awalnya, saya bilang itu informasi yang bisa jadi salah. Namun, kini sudah dua bulan lamanya dan kasus saya tak juga menemukan titik terang. Saya katakan, perasaan saya bahwa informasi itu bisa saja benar," ujar Novel seperti dikutip di media internasional Time.com, Selasa, 13 Juni 2017.

Atas tuduhan itu, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto pun meminta agar Novel menyampaikan keterangannya dengan menuangkan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

"Kalau mau keterangannya itu menjadi suatu keterangan yang berharga silakan dituangkan di berita acara pemeriksaan," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 14 Juni 2017.

Setyo mengatakan jika keterangan Novel itu disampaikan ke media saja maka tidak bisa dijadikan untuk pro justitia.

Setyo menjelaskan, bahwa penyidik sudah pernah meminta keterangan Novel, namun hal itu belum tuntas. Penyidik berencana akan kembali meminta keterangan Novel di Singapura jika penyidik KPK itu bersedia.

"Kemarin diminta ketarangan tapi tidak tuntas. Tapi mungkin kalau yang bersangkutan bersedia diperiksa nanti mungkin diperiksa di Singapura," katanya.

Setyo mengatakan, kasus ini masih ditangani oleh Polda Metro Jaya. Dia mengatakan belum ada rencana Mabes Polri untuk mengambil alih penanganan kasus tersebut.

"Boleh dong (periksa keterangan) karena dia korban. Kami kerja sama terus dengan KPK. (Ditangani) Polda saja," ujarnya.

Setyo justru mengingatkan agar Novel berhati-hati jika ingin menyebut nama. Sebab, jika itu tidak terbukti bisa punya dampak hukum lain. Maka, Setyo menyarankan jika Novel mempunyai informasi agar disampaikan ke penyidik dan dituangkan ke dalam BAP.

"Kalau dia menyebut nama, sebaiknya hati-hati, karena kalau menyebut nama dan tidak terbukti ada implikasi hukum," ujar Setyo.

Terkait pernyataan Novel saat diwawancarai oleh Time, yang menyebut adanya dugaan keterlibatan oknum jenderal kepolisian dalam peristiwa penyiraman air keras yang menimpanya, menurut Setyo, akan dicek kembali oleh institusinya mengenai kebenarannya. "Nanti kita cek ini, kan keterangan," kata Setyo.

Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Mochammad Iriawan tak banyak berbicara menanggapi pemberitaan dan pengakuan Novel itu.

Iriawan mengaku belum membaca secara lengkap pemberitaan tersebut. Apalagi, mengenai argumen Novel yang menyatakan, bahwa ada oknum polisi berpangkat bintang di balik apa yang menimpa dirinya.

"Ada itu? Saya belum baca, nanti saya coba lihat. Enggak ada (oknum polisi terlibat,)," kata dia di Markas Polda Metro Jaya, Rabu 14 Juni 2017.

Selanjutnya...Tantangan Kapolri

Tantangan Kapolri

Sedangkan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengaku akan mendalami pernyataan Novel itu. Dia mengaku sudah memonitor.

"Prinsip kami di Polri tentu kami akan mendalami ya," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat 16 Juni 2017.

Tito mengatakan, rencananya dia akan menyambangi pimpinan KPK di kantor lembaga pemberantasan korupsi itu pada Senin 19 Juni 2017 ini. Ada dua hal yang  akan dibahas dengan pimpinan KPK.
Pertama, terkait koordinasi perkembangan proses penanganan kasus penyiraman air keras terhadap Novel yang ditangani Polri. Kemudian yang kedua, terkait pernyataan Novel yang menyebut ada oknum jenderal di kepolisian terlibat.

"Tapi nanti kita akan koordinasikan dengan KPK. Saya rencana nanti Senin mau ke KPK. Dua hal (yang dibahas), mengenai koordinasi perkembangan penyidikan kasus penganiayaan terhadap Novel Baswedan. Yang kedua adalah mengenai pernyataan itu," ujarnya.

Selanjutnya, Tito juga akan mengirim tim ke Singapura untuk meminta keterangan Novel. Lebih jauh, mantan Kapolda Metro Jaya ini menantang Novel untuk menyebutkan secara jelas oknum jenderal polisi yang dia maksud siapa. Selain itu, Tito juga mempertanyakan bukti terkait pernyataan penyidik senior KPK itu.

"Tentu langkahnya kita akan mengirim tim ke saudara Novel. Yang dimaksud yang bersangkutan kalau ada oknum jenderal yang mana? Yang kedua, buktinya apa? Itu yang penting. Sebut namanya siapa? Buktinya apa?" ujar Tito.

Mantan Kepala BNPT ini mengatakan, jangan sampai pernyataan Novel tersebut tidak ada buktinya sehingga membuat citra institusi Kepolisian jadi negatif. Jika hal itu terjadi, kata Tito, tentu sangat disayangkan.

Pernyataan itu juga bisa membuat di internal Kepolisian menjadi saling curiga mencurigai. Kendati demikian, selaku Kapolri, Tito berharap hal itu tidak terjadi.

"Tetapi seandainya tidak ada bukti-buktinya tentu saya menyayangkan. Karena institusi Kepolisian jadi negatif pandangannya di Kepolisian. Dan di internal Kepolisian pun nanti bisa saling curiga mencurigai. Saya selaku Kapolri tentu tidak mengharapkan itu terjadi. Saya pikir itu saja," ujarnya.

Tito menegaskan, jika pernyataan itu ada buktinya dan terbukti, maka polisi akan memproses hal itu. "Kalau ada bukti kami proses, kami proses dalamnya. Kami terbuka untuk itu," ujarnya.

Selanjutnya...Reaksi KPK dan Istana

Reaksi KPK dan Istana

Tuduhan adanya jenderal yang terlibat ini segera memancing reaksi dari sejumlah pihak. Salah satunya adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo. Tapi dia tak mau ambil pusing.

"Saya tidak boleh bicarakan yang tidak jelas fakta dan datanya," kata Agus Rahardjo di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu 14 Juni 2017.

Agus lantas mengatakan bahwa lembaganya masih percaya dengan penanganan yang dilakukan kepolisian. Karena itu, Ia dan pihaknya menunggu informasi resmi dari Kepolisian.

"Kami masih percayakan ini ke Polri," kata Agus.

Sementara itu, Istana memilih diam. Sekretaris Kabinet Pramono Anung memilih untuk tidak berkomentar terkait pernyataan Novel itu.

"Enggak tahu," kata Pramono mengelak, saat dimintai tanggapannya di Istana Negara, Jakarta, Kamis 15 Juni 2017.

Kepala Staf Presiden, Teten Masduki, juga enggan mengomentari pernyataan Novel itu. "Itu bukan tugas saya, tanya juru bicara (Jubir Presiden Johan Budi)," kata Teten.

Sementara itu, Johan Budi yang dihubungi melalui pesan singkat, juga belum mau memberikan penjelasan terkait tuduhan Novel itu.

"Tanya Polri," kata Johan.

Selanjutnya...Jangan Setengah-setengah

Jangan Setengah-setengah

Sejumlah politisi di Senayan juga ikut berkomentar. Misalnya adalah anggota Komisi III DPR Nasir Djamil.

Pertama-tama, Nasir mempertanyakan maksud dari pernyataan Novel tersebut, apakah memang ada buktinya atau tidak. Kemudian siapa jenderal tersebut.

"Nggak boleh sedikit-sedikit diungkapkan. Kalau mau terbuka, terbuka habis. Jangan setengah-setengah. Membuat orang penasaran. Bahkan terkesan bisa membunuh karakter para jenderal," kata Nasir kepada Viva.co.id.

Nasir mengungkapkan bahwa Novel adalah figur pemberani. Karena itulah, dia disiram air keras.

"Kenapa untuk sebutkan nama jenderal dia gak sebutkan? Ada apa? Jadi jangan sampai novel dinilai justru mengeruhkan air yang sudah keruh," tegasnya.

Dia mengakui lebih bagus bila Novel bicara soal ada oknum jendral di balik kejadiannya. Apa keterlibatan jenderal itu.

"Jangan nanti dia bilang polisilah tugasnya cari, yang penting saya sudah kasih tahu jenderal. Gak boleh kayak gitu juga. Tugas polisilah carinya. Kan sudah kasih tahu ada oknum jendrral. Ini membuat orang jadi gak fokus lagi," tuturnya.

Dia juga menyarankan Novel melaporkan bahwa ada dugaan oknum jenderal terlibat dalam kasus yang dialami. Keterlibatannya seperti apa, langsung atau tidak langsung.

"Seperti apa. Kenapa kira-kira. Ada apa. Jadi diharapkan Novel bisa membantu. Tanpa keterangan Novel, sulit terungkap. Dugaan saya ini balas dendam. Mungkin aja. Karena sepak terjangnya membuat orang kayak gimana gitu," kata Nasir.

Selanjutnya, Wakil Ketua MPR yang sekaligus Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nur Wahid. Senada, dia juga meminta agar penyidik senior KPK itu menyebut nama oknum jenderal yang diduga terlibat dan membuktikannya supaya semuanya clear dan tidak menggantung jadi polemik.

Dia malah menyesalkan tindakan Novel yang justru menyampaikan dugaan keterlibatan jenderal polisi pada media asing. Dia menilai masalah tersebut bukan persoalan kecil mengingat kepolisian sampai saat ini belum menemukan pelaku teror.

Terlepas dari itu, Hidayat berharap polisi bisa menyelesaikan masalah itu dengan cepat. Sebab, semua terkait dengan kepercayaan publik dan komitmen polisi dalam memberantas korupsi.

Harapan yang sepertinya juga menjadi harapan seluruh masyarakat Indonesia. Lagi pula, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochammad Iriawan sudah pernah menegaskan kasus Novel adalah hutang baginya yang tentunya wajib dibayar atau dilunasi. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya