Uji Materil Revisi UU Pilkada, Teman Ahok Persoalkan 2 Pasal

Teman Ahok ajukan uji materiil UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi, Jumat, 17 Juni 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Foe Peace Simbolon

VIVA.co.id – Teman Ahok, relawan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, mengajukan uji materil atau judical review  ke Mahkamah Kontitusi terkait revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, Jumat, 17 Juni 2016.

Pujian Sylvi untuk Agus Yudhoyono

Mereka mengajukan uji materil bersama dengan Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) dan Persatuan Kebangkitan Indonesia Baru (PKIB).

Andi Syafrani, kuasa hukum Teman Ahok, mengemukakan bahwa uji materil tersebut perlu dilakukan sebelum UU Pilkada yang baru dinomorkan oleh pemerintah. "Kami ajukan ini memang nomor undang-undang belum keluar. Tetapi ini memerlukan kecepatan untuk proses dan putusan pasal, sambil menunggu diundang-undangkan," katanya di Gedung MK, Jumat, 17 Juni 2016.

Argumen LSI soal Ahok Berpotensi Kalah

Dia menjelaskan, ada dua pasal yang akan dilakukan uji materil terkait revisi UU Pilkada tersebut, yakni Pasal 41 dan Pasal 48.

Pasal 41, berisikan syarat dukungan minimal yang harus dikantongi calon independen. Ketentuan persentasenya yaitu, untuk wilayah dengan jumlah penduduk sampai 2 juta, syarat dukungan minimal 10 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu sebelumnya.

Jurkam Ahok-Djarot Diinventarisir, Jokowi Tak Dilibatkan

Selanjutnya, untuk wilayah dengan jumlah penduduk 2-6 juta, syarat dukungan jadi 8,5 persen dari DPT sebelumnya. Untuk wilayah dengan jumlah penduduk 6-12 juta, syarat dukungannya 7,5 persen dari DPT sebelumnya. Kemudian, wilayah dengan jumlah penduduk di atas 12 juta, syarat dukungannya 6,5 persen dari DPT sebelumnya.

"Ini yang kami uji karena frasa ini baru. Sengaja dibuat DPR dan pamer untuk membatasi hak pemilih pendukung pasangan calon," kata Andi.

Sementara Pasal 48, berisikan tentang pengaturan verifikasi faktual terhadap dukungan calon perseorangan. Verifikasi faktual itu dilakukan dengan metode sensus dan menemui langsung setiap pendukung calon yang menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP)-nya.

Jika pendukung calon tak bisa ditemui, pasangan calon diberi kesempatan untuk menghadirkan mereka di kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS). Namun, jika pasangan calon tak bisa menghadirkan pendukung mereka ke kantor PPS dalam waktu tiga hari, dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat. 

"Teknisnya para pendukung tidak pernah tahu jadwal kapan akan didatangi. Bagaimana tim pasangan calon perseorangan dapat mempertahankan dukungan? jika tidak mendapat kepastian informasi kapan mereka didatangi," katanya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya