Guru Honorer di Depok Dicopot karena Bela Siswa

Andika Ramadhan Febriansyah, mantan guru honorer di SMAN 13 Depok, Jawa Barat.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zahrul Darmawan

VIVA.co.id - Diduga karena dianggap kritis setelah membongkar sejumlah kasus sumbangan yang dianggap memberatkan para siswa ke media sosial, seorang guru honorer di SMAN 13 Depok dicopot.

Mengenal Margonda, Pejuang Depok yang Gugur di Usia Muda

Guru honorer ini bernama Andika Ramadhan Febriansyah. Ia tadinya pengajar mata pelajaran sejarah. Kasus itu terjadi karena guru yang akrab disapa Pak Dika itu kerap mendengar keluhan pungutan tak wajar, salah satunya uang fotokopi yang dianggap siswa cukup memberatkan.

Sejak awal, Dika sering menjembatani keresahan para siswa dengan melaporkan permasalahan-permasalahan itu kepada beberapa guru. Namun laporan itu tak pernah digubris.

Massa PKS Hari Ini Gerudug KPU Depok Tuntut Usut Dugaan Penggelembungan Suara Caleg DPR RI

“Mereka bilang, 'Sudahlah, Pak Dika, belum waktunya kamu kayak gitu. Nanti kalau sudah punya jabatan baru bisa mengubah',” ujar Dika saat ditemui wartawan pada Rabu, 11 Januari 2017.

Puncaknya, pada 15 November 2016, merasa laporannya tak pernah ditanggapi, Dika pun melaporkan seorang guru yang sering menarik uang fotokopi secara tak wajar kepada kepala sekolah. “Masalah itu kini sudah selesai. Kepala sekolah telah mengeluarkan edaran dan siapa yang melanggar akan merasakan risikonya,” katanya.

Viral, Sejumlah TPS di Depok Kekurangan Surat Suara Pemilu 2024

Setelah pelaporan itu, Dika juga tak berhenti mengkritik sistem pendidikan di SMAN 13 Depok melalui tulisan-tulisannya di media sosial. Ia bahkan sering memberikan pemahaman kepada para siswanya bahwa pendidikan semakin jauh cita-cita Ki Hadjar Dewantara.

Tulisan yang telah disebar lebih 468 kali di aplikasi percakapan Line itu pula yang membuat Dika dipanggil lagi oleh kepala sekolah pada 6 Desember 2016.

Dika yang sedang menyusun skripsi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu sempat berusaha menjelaskan maksud tulisannya. Termasuk tentang kritik terhadap gedung sekolah yang tak kunjung selesai, pungutan-pungutan yang dibebankan kepada siswa, hingga kritik terhadap sistem pendidikan secara luas.

Dika atau pun Kepala Sekolah kemudian bersepakat tak lagi membahas tulisan yang sebelumnya di permasalahkan itu. Namun, satu minggu setelahnya, Dika mendengar kabar bahwa kepala sekolah sedang mencari guru sejarah untuk menggantinya.

Pada 7 Januari 2017, nama Dika tidak ada dalam daftar pengajar semester genap di SMAN 13 Depok. Dia telah mencari tahu masalah itu tapi tak mendapatkan jawaban yang memuaskan.

“Saya juga bingung kenapa begini. Saya hanya menyampaikan apa yang membebani para siswa,” ujar pria penerima beasiswa UNJ itu.

Setelah itu, Dika tak lagi menjadi guru melainkan dipindahkan ke bagian perpustakaan. “Alasan terakhir, katanya, saya belum sarjana. Padahal, saat mendaftar, saya sudah sampaikan ke pihak sekolah, dan kepala sekolah memberi kesempatan, karena memang saya tinggal skripsi. Perjanjiannya saat itu saya dikasih kesempatan mengajar sampai Juli 2017,” ujarnya.

Tidak dipecat

Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, M. Thamrin, mengaku telah memanggil kepala sekolah untuk mengklarifikasi masalah itu. “Sebenarnya Pak Andika adalah guru honor yang diangkat oleh Kepala Sekolah. Beliau juga ternyata S1-nya belum selesai. Jadi, di semester genap ini tidak dikasih jam belajar,” katanya.

Dika diperbantukan di bagian Tata Usaha Perpustakaan SMAN 13 Depok. Tapi, menurut Thamrin, hal itu tidak ada kaitannya dengan dugaan pungli. “Enggak ada kaitannya dengan pungli. Itu pernyataan dari kepala sekolah," ujarnya.

Thamrin meyakini tidak ada praktik pungli. Namun dia menjelaskan, sekarang biaya tambahan yang telah disepakati SMAN 13 Depok maupun Komite Sekolah kerap disalahartikan.

“Imbauan saya, kita tetap mencermatinya dengan ranah yang benar, persyaratan pendidik, kan, ada prosedurnya. Kalau sekarang Pak Andika belum selesai S1-nya, ya, selesaikan dulu. Anak harus diberi pengertian yang jelas. Ini syarat umum. Tidak mungkin anak SMA diajar lulusan SMA; bisa jadi pertanyaan orangtua,” kata Thamrin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya