Ahok Ingin Gusur Semua Bangunan di Pinggir Ciliwung

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Sumber :
  • ANTARA/Reno Esnir

VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ingin  setiap bidang tanah di pinggiran sungai-sungai Jakarta bisa dibebaskan. Pemerintah Provinsi DKI, memerlukannya untuk pelaksanaan proyek normalisasi kali.

Petugas Gabungan Pasang Bronjong di Tanggul Jebol Kali Hek Kramat Jati

Normalisasi merupakan pengembalian fungsi sungai untuk mengalirkan limpahan air dari hulu ke hilir (laut) tanpa meluap, dianggap sebagai hal utama yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah banjir di Jakarta.

Adapun proyek dilaksanakan pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), sebuah lembaga di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPU Pera). Selaku pemerintah daerah, Pemerintah Provinsi DKI bertanggungjawab atas pembebasan lahan.

28 RT di Jakarta Terendam Banjir, Hek Kramat Jati Mulai Surut

"Pokoknya semua (pinggiran sungai dinormalisasi). Saya sudah bilang sama orang Jakarta, kalian tinggal di belakang sungai, kamu hitung saja (harga) tanah kamu nih. Atau kalau kamu mau beli tanah, kamu beli tanah yang di belakang sungai. Yang pas (pada jalur) jalan inspeksi nanti pasti jadi mahal karena kami enggak mungkin setop. Kami akan terus lakukan normalisasi," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota DKI, Kamis, 16 Februari 2017.

Normalisasi dilakukan dengan mengembalikan lebar sungai ke ukuran yang dianggap optimal. Ini artinya, bila ada bangunan di pinggir sungai, bangunan itu harus dibongkar.

BPBD Ungkap Data Curah Hujan Eksrem yang Sebabkan Jakarta Banjir Hari Ini

Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Teguh Hendarwan mengatakan, sulitnya pembebasan lahan, menjadi salah satu penyebab proyek normalisasi tak cepat tuntas.

Teguh mencontohkan normalisasi Kali Ciliwung di wilayah Kampung Pulo dan Bukit Duri. Normalisasi di kawasan Kampung Pulo, baru bisa dilakukan setelah pelaksanaan relokasi yang sempat rusuh pada Agustus 2015.

Sementara normalisasi di kawasan Bukit Duri, belum tuntas hingga saat ini. Hal itu dikarenakan adanya gugatan dari warga terhadap dasar hukum pelaksanaan relokasi.

"BBWSCC fokus (normalisasi) di (Kali) Pesanggrahan dan Ciliwung. Tapi harap dimaklumi, tak segampang yang dipikirkan. (Pembebasan lahan) bidang per bidang butuh waktu. Belum masalah klaim antar ahli waris di dalamnya. Belum kemudian ada gugatan hukum. Jadi proses pembebasan lahan butuh waktu," ujar Teguh.

Menurut Teguh, kesulitan itu membuat proyek normalisasi Kali Ciliwung saat ini baru tuntas 40 persen. Tingginya curah hujan di musim penghujan seperti sekarang kemudian membuat sejumlah titik di Jakarta seperti Bukit Duri pagi ini, masih belum sepenuhnya bebas dari banjir yang menggenang akibat normalisasi yang belum tuntas itu.

Meski demikian, Teguh mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI tetap berupaya melakukan percepatan pembebasan lahan. Salah satu strategi yang dilaksanakan adalah konsinyasi seperti dijamin Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Dengan strategi itu, pemerintah bisa menitipkan uang ganti rugi lahan yang ingin dibebaskan ke pengadilan. Warga yang tanahnya hendak dibebaskan, dapat melakukan pengurusan ke pengadilan untuk memperoleh ganti rugi atas lahan.

"Tapi kalau kita mau konsinyasi pun ada aturannya. Ketika dari nasional (pemerintah pusat) belum melengkapi administrasi, kita belum bisa konsinyasi. Kuncinya, pemerintah daerah dan BPN (Badan Pertanahan Nasional) harus duduk bareng," ujar Teguh.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya