Saksi Ahli: Ahok Tak Ada Niat Nodai Agama

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA.co.id – Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan, penggunaan pasal pada perkara dugaan penodaan agama harus disertai niat. 

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

Edward menuturkan hal tersebut ketika dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara penodaan agam, dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa, 14 Maret 2017.

"Pada Pasal 156 dan 156a KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) mensyaratkan harus ada niat, niat untuk memusuhi atau menghina agama," kata Edward.

Ahok Sebut Pertamina Bisa Tetap Untung Bila Tak Naikkan Harga BBM 2022

Berdasarkan Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya, berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Hasto dan Ahok Sampaikan Pesan Megawati untuk Politisi Muda

Sedangkan menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Edward menjelaskan, faktor niat bersifat subjektif sedangkan faktor kesengajaan bersifat objektif. Menurut dia, majelis hakim bisa menilai unsur niat dari terdakwa pada saat agenda persidangan pemeriksaan terdakwa.

"Kalau bicara niat, yang tahu hanya Tuhan dan pelakunya. Kita harus lihat keadaan sehari-hari orang itu hingga sampai pada justifikasi orang tersebut punya niat untuk menghina agama," ujar Edward.

Dalam kasus ini, Edward menilai Ahok tidak ada niat untuk menodai atau menghina agama. "Berdasarkan keahlian, dengan tegas saya katakan (Ahok) tidak memenuhi unsur (dugaan menodai agama)," ujar Edward.

Edward mengatakan, konteks seseorang menghina agama dapat diketahui melalui perbuatan yang dilakukannya. Hal ini sesuai dengan yang ada di dalam pasal yang didakwakan yakni Pasal 156a KUHP. "Kalau berkaitan dengan pasal 156a, kalau dia menyobek atau menginjak Alquran, dia menghina," kata Edward.

Meski demikian, dalam perkara dugaan penistaan agama ini, Edward mengatakan perlunya pandangan ahli lain untuk menentukan apakah  terdakwa bersalah atau tidak. Bahkan, Edward mengusulkan perlunya ahli fisiologi untuk mengetahui gerakan bibir dari terdakwa.

"Jika ingin lebih dalam lagi, apakah orang ini punya niat dalam menyatakan hal tersebut juga perlu dihadirkan ahli fisiologi untuk membaca gerak tubuh," ujarnya.

Ia menegaskan, Ahok sebagai terdakwa tidak dapat diputuskan bersalah atau tidak bersalah jika hanya berlandaskan video yang diunggah dan dijadikan barang bukti, ataupun buku “Mengubah Indonesia” yang dibuat oleh Ahok.

"Ketika melihat rekamam video atau baca buku bahwa itu penistaan agama. Apakah pelaku melakukan penistaan agama atau tidak diperlukan ahli-ahli berkaitan. Untuk membuktikan harus dilihat kesehariannya," ujarnya.


 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya