Jimly: Patrialis Jadi Hakim Konstitusi Tepat, Tapi Caranya Salah

Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkapkan telah mencokok Hakim Konstitusi Patrialis Akbar atas dugaan suap.
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy
VIVAnews
Workshop Makin Cakap Digital, Membentuk Kesadaran Etika Berjejaring bagi Guru dan Murid Sorong Papua
– Penunjukkan Patrialis Akbar sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menuai kontroversi. Namun mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie meminta semua pihak yang meributkan penunjukan sepihak Patrialis ini untuk menghormati keputusan Presiden.

Aplikasi Ini Bisa Bikin Penumpang Terhibur di Pesawat

Masalah penunjukan ini, kata Jimly, harus dijadikan pelajaran ke depannya. “Yang jadi masalah itu prosedur dan rekrutmen yang ujuk-ujuk dan tiba-tiba. Padahal dalam UU harus pastisipatif dan transparan,” kata Jimly di kediamannya di Pondok Labu, Jakarta Selatan, Sabtu 10 Agustus 2013.
Ada Luka Tembus Pelipis Anggota Satlantas Polresta Manado yang Ditemukan Tewas di Mampang


Jimly menyayangkan hingga saat ini belum ada peraturan yang jelas mengenai mekanisme proses penunjukan Hakim Konstitusi. “Dalam pencalonan diatur dalam lembaga. Nah, peraturannya belum dibuat, jadi presiden buat Peraturan Presiden, Mahkamah Agung buat Peraturan MA dan peraturan diperbaiki,” ujarnya.


Mekanisme yang tidak transparan ini, kata Jimly, selanjutnya memunculkan kecurigaan terhadap maraknya penunjukan Hakim MK yang berlatarbelakang politisi. “Mekanisme prosedural jangan diabaikan, karena zaman sekarang dituntut partisipatif dan transparan dari UU Keterbukaan Informasi Publik. Ciri demokrasi modern yakni partisipatif dan transparansi. UU ini ada tetapi belum ada rinciannya,” ujar dia.


Jimly mengatakan, hal inilah yang kemudian membuat masing-masing pihak menafsirkan sendiri aturan yang ada. Banyak pihak juga melegitimasinya. “Patrialis tepat (jadi Hakim MK), cuma karena caranya tidak sempurna lantas jadi dipersoalkan,” kata dia.


Sebelumnya, Presiden SBY menunjuk Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi dari unsur pemerintah menggantikan Hakim Achmad Sodiki yang diberhentikan karena sudah mendekati usia pensiun Hakim Konstitusi, yakni 70 tahun. Masa jabatan Achmad Sodiki memang berakhir pertengahan Agustus ini, dan kini tak lagi diperpanjang.


Patrialis adalah advokat dan politisi Partai Amanat Nasional. Peraih gelar Doktor Hukum dari Universitas Padjadjaran Bandung itu pernah menjabat sebagai anggota DPR selama dua periode dan juga Menteri Hukum dan HAM. (adi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya