Kisah Persahabatan Bung Karno dan Musso Sang Tokoh PKI

Presiden Sukarno
Sumber :
  • VIVA.co.id/penasoekarno.wordpress.com

VIVA.co.id - Di rumah HOS Cokromanoto di Jalan Peneleh VII, Surabaya, Jawa Timur, dihuni sekitar 30 pemuda Indonesia, Sukarno adalah satu di antaranya. Periode 1915 – 1920, Bung Karno mondok di rumah itu, bersekolah di HBS (Hogere Burger School). Di pondokan itu, juga bercokol tokoh pemuda yang terbilang senior saat itu, Musso.

Muso saat itu menjabat aktivis Sarekat Islam pimpinan Cokroaminoto. Selain di Sarekat Islam, Musso juga aktif di ISDV (Indische Sociaal-Democratishce Vereeniging atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda).

Mendiang Adik Pramoedya Ternyata Sudah Siapkan Album Lagu

Berita Terkait:



Musso menjadi salah seorang sumber ilmu Bung Karno dalam setiap percakapan. Seperti misalnya saat Musso menyoal penjajahan Belanda, “Penjajahan ini membuat kita menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa.”

Oleh Bung Karno, kalimat Musso itu diulanginya dalam penuturan kepada Cindy Adams dalam buku Sukarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Itu artinya, tidak sedikit pemahaman-pemahaman baru yang Bung Karno peroleh dari Musso. Musso sendiri empat tahun lebih tua dari Bung Karno yang kelahiran 1901. Adapun teman seperjuangan Musso antara lain Alimin, Semaun, dan Darsono.

Roso Daras dalam bukunya Total Bung Karno menuliskan bahwa Muso pernah ditangkap polisi Hindia Belanda sebagai aktivis politik (Sarekat Islam) dan dijebloskan ke penjara.

Bung Karno hanya bisa memantau dari pekabaran yang ada. Keluar dari penjara tahun 1920, Musso tidak lagi aktif di Sarekat Islam, dan menggabungkan diri ke Partai Komunis Indonesia.


Berpisah lalu berseteru

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Sejak itu, Bung Karno dan Musso berpisah. Musso dengan gerakan kirinya. Bung Karno dengan kuliah serta gerakan nasionalis yang ia kembangkan bersama teman-teman seide-seideologi.

Dua sahabat, Musso–Sukarno, baru berjumpa sekitar 30 tahun kemudian, tepatnya pada 13 Agustus 1948 di Istana Negara. Banyak saksi sejarah yang melukiskan betapa mengharukannya pertemuan itu.

Mereka berpelukan begitu hangat. Nyaris tanpa kata-kata, kecuali mata yang sembab dirundung haru. Dari pandangan mata kedua tokoh ini sudah tergambar, betapa tatapan mata mereka telah berbicara.

Sejurus kemudian, manakala suasana sudah mencair, Bung Karno memecah keheningan dengan menceritakan hal-hal yang hebat tentang Musso.

“Musso ini dari dulu memang jago. Ia yang paling suka berkelahi. Ia jago pencak (silat),” kata Bung Karno.

Selain itu, Bung Karno juga menceritakan hobi Musso bermain musik. Satu lagi yang khas, Musso selalu menyingsingkan lengan bajunya sebelum berpidato.

Itulah obrolan dua sahabat. Bagaimana dengan perbedaan ideologi keduanya? Tentu saja, Bung Karno menyinggung tentang perkembangan politik internasional.

Bung Karno nyerocos berbicara tentang perkembangan komunisme di dunia, dan ini membuat Musso ternganga. Demi melihat itu, Bung Karno cepat menjawab, “Saya ini kan masih tetap muridnya Marx, Pak Cokroaminoto, dan Pak Musso.”

Usai pertemuan yang lebih bernuansa kangen-kangenan itu, keduanya langsung kembali kepada habitatnya. Sukarno sebagai presiden dengan kesibukan mengatur sistem tata-negara , Muso dan PKI-nya .

Tiga-puluh-tujuh hari setelah pertemuan Bung Karno dan Musso, pecahlah pemberontakan Madiun. Terjadilah perang statemen antara Musso dan Bung Karno. Mereka pun saling memaki di media. Puncak pernyataan Bung Karno yang terkenal waktu itu adalah, “Pilih Musso atau Sukarno”.

Pemberontakan Madiun berhasil ditumpas, dan para tokohnya dihukum.
Apa kata Bung Karno tentang Musso pada bukunya? Ia tetap menghormati Musso sebagai salah seorang gurunya. “Ajaran Jawa mengatakan, seseorang yang menjadi guru kita, harus dihormati lebih dari orangtua.”

 Imdadun Rahmat

Kasus Tragedi 1965 Harus Diselesaikan

Ketua Komnas HAM bicara panjang lebar soal kontroversi Tragedi 1965.

img_title
VIVA.co.id
1 Agustus 2016