Licinnya Samadikun, Butuh 13 Tahun Bekuk Buronan BLBI Ini

Para daftar buronan kasus BLBI.
Sumber :
  • kejaksaan.go.id

VIVA.co.id –  Butuh 13 tahun bagi penegak hukum menangkap buronan kakap kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Samadikun Hartono. Mantan bos Modern Group itu kabur saat hendak ditangkap di kediamannya yang berada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, 2003 lalu.

Selain Samadikun, Ada Buron BLBI Lain Akan Setor Rp55 Miliar

Samadikun ditangkap Kamis 14 April 2016 di China. Buronan yang licin bak belut ini dibekuk saat hendak menyaksikan laga balap mobil Formula 1 yang diikuti pembalap asal Indonesia, Rio Haryanto.

Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso mengakui sulitnya menangkap para buronan, termasuk Samadikun.

Koruptor BLBI Bayar Lunas Uang Pengganti Rp169 Miliar

"Mencari orang begini kan tidak mudah. Dia identitasnya juga gonta-ganti terus, dengan nama yang berbeda-beda," kata Sutiyoso, dalam keterangan pers saat mendampingi Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Jerman, Senin 18 April 2016.

Dia bersyukur, setelah melakukan pengintaian akhirnya Samadikun bisa ditangkap. Penangkapan ini bukan hanya karena terkait uang yang dibawa kabur. Namun, menyangkut kewibawaan negara Indonesia.

Tumpukan Uang Koruptor BLBI Samadikun Hartono

Pencarian para koruptor yang kabur, menurut Sutiyoso, sudah menjadi kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Kabur Tahun 2003

Samadikun diketahui menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp169 miliar pada 1997. Atas perintahnya, dana BLBI sebesar Rp11 miliar digunakan untuk membayar surat berharga ke PLN. Pada 2003 ia diajukan ke meja hijau.

Namun putusan Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Rusdi As'ad membebaskan Samadikun dari semua dakwaan jaksa. Samadikun tidak terbukti menyelewengkan dana BLBI. Padahal sebelumnya, jaksa menuntut Samadikun satu tahun penjara.

Tak puas putusan itu, Jaksa Penuntut Umum yang diketuai Yan W Mere langsung mengajukan kasasi.

Majelis kasasi pada 6 Juni 2003 mengabulkan permohonan jaksa. Majelis yang diketuai Toton Suprapto, dengan anggota Muchsin, Valerine JR Kriekhoff, Sunardi Padang, dan Maman Suparman menyatakan Samadikun bersalah. Majelis kasasi menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan harus membayar denda Rp 169 miliar. Putusan ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

Majelis kasasi menyatakan Samadikun terbukti menyelewengkan dana bantuan Bank Indonesia yang seharusnya dipakai untuk mengatasi rush. Samadikun harus bertanggung jawab atas keputusannya mengalirkan dana bantuan itu untuk membayar surat berharga ke Perusahaan Listrik Negara.

Keberadaan Samadikun tidak diketahui setelah putusan kasasi dibacakan. Samadikun justru diketahui mengajukan peninjauan kembali atas putusan kasasi itu.

Pada 26 September 2008, Mahkamah Agung menolak permohonan Peninjauan Kembali Samadikun. Majelis yang diketuai Bagir Manan, Artidjo Alkostar, dan Abdul Kadir Mappong tetap menghukum Samadikun empat tahun penjara atau sesuai dengan putusan kasasi.

Mei 2009, aparat penegak hukum Indonesia sebetulnya Namun belum ditangkap. Kapolri saat itu Jenderal Bambang Hendarso Danuri sempat mengungkapkan upaya Polri membawa Samadikun dari negeri Singa. Pembahasan intensif dilakukan dengan Singapura yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.

Wakil Jaksa Agung saat itu, Muchtar Arifin, menuturkan,. Kata dia, Samadikun lihai berpindah-pindah hunian. Bahkan Arifin sempat mendengar mantan presiden komisaris Bank Modern itu berada di China.

Keberadaan Samadikun di China terbukti. Arena pacu mobil F1 menjadi saksi penangkapannya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya