Ali Mustafa Yaqub dan Haji Pengabdi Setan

Imam Besar Masjid Istiqlal Mustafa Ya'qub
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id – Mantan Imam Masjid Besar Istiqlal Jakarta, KH. Ali Mustafa Yaqub meninggal dunia pada Kamis, 28 April 2016, sekitar pukul 06.00 WIB di Rumah Sakit Hermina, Ciputat, Tangerang Selatan. Ali Mustofa wafat di usia 64 tahun.

Mantan Menteri Tutty Alawiyah Wafat

Ali Mustafa Yaqub menjabat Imam Besar Masjid Istiqlal periode 2005-2015. Selain sebagai imam besar, Ali Mustafa juga merupakan Guru Besar Ilmu Hadist Institut Ilmu Alquran dan Pengasuh Pesantren Darussunnah, Ciputat, Tangerang Selatan.

Semasa hidupnya, mantan anggota Komisi Fatwa MUI Pusat ini dikenal sebagai pribadi yang tegas dan bersahaja. Ulama kelahiran Batang, Jawa Tengah, 2 Maret 1952, juga aktif menulis di sejumlah kolom media massa untuk mengkritisi dan merespons permasalahan umat dari perspektif hadis.

Novanto: Ali Mustofa Yakub Piawai Menjamu Pemimpin Dunia

Salah satu persoalan yang pernah dia soroti adalah perilaku umat Islam di Indonesia dalam menunaikan ibadah umrah dan haji. Dalam sebuah tulisan yang dimuat Gatra, tahun 2006 silam itu, Ali Mustofa menyindir perilaku muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji dan umrah berkali-kali.

"Ayat mana yang menyuruh kita melaksanakan haji berkali-kali, sementara kewajiban agama masih segudang di depan kita? Apakah haji kita itu mengikuti Nabi SAW? Kapan Nabi SAW memberi teladan atau perintah seperti itu?," tulis Ali Mustafa Yakub.

Ali Mustafa Yaqub di Mata Rekan

Menurut Mustafa, kendati ibadah haji telah ada sejak masa Nabi Ibrahim, bagi umat Islam, haji baru diwajibkan pada tahun 6 Hijriah. Walau begitu, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat belum dapat menjalankan ibadah haji karena saat itu Mekkah masih dikuasai kaum musyrik.

Setelah Mekkah berhasil dikuasai umat Islam (Fath Makkah) pada 12 Ramadan 8 Hijriah, sejak itu Nabi Muhammad SAW berkesempatan beribadah haji. Namun Nabi SAW tidak beribadah haji pada 8 Hijriah. Juga tidak pada 9 Hijriah. Baru pada 10 Hijriah, Nabi Muhammad SAW menunaikan ibadah haji. Tiga bulan kemudian, Nabi wafat. Karenanya, ibadah haji beliau disebut haji wada' (haji perpisahan).

"Itu artinya, Nabi SAW berkesempatan beribadah haji tiga kali, namun beliau menjalaninya hanya sekali. Nabi SAW juga berkesempatan umrah ribuan kali, namun beliau hanya melakukan umrah sunah tiga kali dan umrah wajib bersama haji sekali. Mengapa?," ujar Mustafa.

"Sekiranya haji dan atau umrah berkali-kali itu baik, tentu Nabi SAW lebih dahulu mengerjakannya, karena salah satu peran Nabi SAW adalah memberi uswah (teladan) bagi umatnya. Selama tiga kali Ramadan, Nabi SAW juga tidak pernah mondar-mandir menggiring jemaah umrah dari Madinah ke Mekkah," katanya.

Pengabdi Setan

Jumlah jemaah haji Indonesia yang setiap tahunnya mencapai lebih dari 200.000 sekilas menggembirakan. Namun, bila ditelaah lebih jauh, kenyataan itu justru dinilai Mustofa sangat memprihatinkan, karena ada sebagian dari jumlah itu sudah beribadah haji berkali-kali.

Boleh jadi, kepergian mereka yang berkali-kali itu bukan lagi sunah, melainkan makruh, bahkan haram.

Ibadah berkali-kali itu dilakukan ketika banyak anak yatim telantar, puluhan ribu orang menjadi tunawisma akibat bencana alam, banyak balita busung lapar, banyak rumah Allah roboh, banyak orang terkena pemutusan hubungan kerja, banyak orang makan nasi aking, dan banyak rumah yatim dan bangunan pesantren terbengkalai.

"Lalu kita pergi haji kedua atau ketiga kalinya, maka kita patut bertanya pada diri sendiri, apakah haji kita itu karena melaksanakan perintah Allah? Atau sejatinya kita mengikuti bisikan setan melalui hawa nafsu, agar di mata orang awam kita disebut orang luhur? Apabila motivasi ini yang mendorong kita, maka berarti kita beribadah haji bukan karena Allah, melainkan karena setan," paparnya.

Sayangnya, masih banyak orang yang beranggapan, setan hanya menyuruh berbuat kejahatan atau setan tidak pernah menyuruh beribadah. Mereka tidak tahu bahwa sahabat Abu Hurairah pernah disuruh setan untuk membaca ayat kursi setiap malam. Ibadah yang dimotivasi rayuan setan bukan lagi ibadah, melainkan maksiat.

Jam terbang iblis dalam menggoda manusia sudah sangat lama. Ia tahu betul apa kesukaan manusia. Iblis tidak akan menyuruh orang yang suka beribadah untuk minum khamr. Tapi Iblis menyuruhnya, antara lain, beribadah haji berkali-kali. Ketika manusia beribadah haji karena mengikuti rayuan iblis melalui bisikan hawa nafsunya, maka saat itu tipologi haji pengabdi setan telah melekat padanya.

"Wa Allah a'lam," tutup Mustofa dalam tulisannya di kolom sebuah media massa tersebut

(ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya