Dokter Indonesia Ingin Sistem Kesehatan yang Pro Rakyat

Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melakukan orasi di depan Istana Negara
Sumber :
  • VIVA/Avra Augesty

VIVA.co.id – Menyambut ulang tahun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang ke-66, para dokter menggelar aksi damai di depan kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia pada hari Senin, 24 Oktober 2016.

Begini Penampakan Mengerikan Belut Besar yang Ditemukan Hidup di dalam Perut Seorang Pria

Mereka menyampaikan aspirasinya tentang penetapan Dokter Layanan Primer (DLP) yang dicantumkan dalam UU No. 20 Tahun 2013 tentang perpanjangan pendidikan kedokteran setelah lulus dan penetapan magang bagi dokter.

Dalam orasinya, mereka menyampaikan keinginan mereka agar pemerintah bisa menetapkan sistem kesehatan yang pro rakyat dan sistem pendidikan kedokteran yang pro rakyat. Tak hanya itu, mereka menganggap bahwa DLP merupakan sebuah pemborosan.

Marak Kejadian Perundungan, Kemenkes Lakukan Skrining Kesehatan Jiwa Pada Calon Dokter Spesialis

Terlebih, program ini sangat tidak tepat sasaran jika memang pemerintah berniat memperbaiki pelayanan primer untuk mendukung program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).

Juru bicara perwakilan dokter, Agung Sapta Adi mengatakan aksi ini merupakan sebuah pernyataan sikap profesi yang selama ini selalu disingkirkan dari proses reformasi sistem kesehatan. Menurutnya, sistem regulasi yang terbentuk saat ini, tidak memungkinkan seorang dokter untuk bisa bekerja secara profesional.

Ngeri! Uang Koin Logam Nyangkut Di Dalam Pita Suara Seorang Remaja

"Yang kami tuntut sebenarnya sederhana yaitu reformasi sistem kesehatan yang pro rakyat, saya tekankan ya yang pro rakyat, dan reformasi sistem pendidikan kedokteran yang pro rakyat. Selama ini, yang diketahui masyarakat, yang dirasakan masyarakat, sebenarnya adalah bagian kecil dari buruknya sebuah sistem kesehatan," ujarnya ketika ditemui awak media di sela-sela kegiatan.

"Kami tidak menolak DLP-nya, tapi kami menolak program studi dari DLP itu sendiri. Ini (DLP) adalah pemborosan, karena dokter umum sebenarnya sudah bisa mengatasi layanan primer," katanya.

Agung menjelaskan, untuk mengganti DLP, perlu adanya penambahan infrastruktur, perbaikan kompetensi dokter yang sudah ada, dan penghapusan pendidikan kedokteran yang bersifat komersil.

Menurutnya, yang terjadi saat ini adalah banyak fakultas kedokteran yang mengambil keuntungan dari masyarakat dengan program pendidikan kedokteran. Namun sesungguhnya, apa yang diterima masyarakat dari dokter masih sangat kurang.

"Karena sekarang semua orang bisa jadi dokter. Orang tidak mampu pun bisa jadi dokter, bukan hanya yang kaya saja. Jadi tolong, fokuskan ke sarana, sediakan fasilitas, sediakan tenaga sanitasi, sediakan laboratorium," ungkapnya.

Sebelumnya, aksi orasi dokter di depan Istana Merdeka, dilanjutkan di kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Inddonesia. Dengan jumlah personel sebanyak lebih kurang 1.000 dokter, mereka kembali mengutarakan keinginannya terkait keputusan pemerintah tentang revisi UU Pendidikan Kedokteran.

Dalam aksi yang berkelanjutan tersebut, para dokter juga beberapa kali membacakan Sumpah Dokter sebagai bentuk kesungguhan penuntutan yang mereka inginkan, di antaranya sistem pendidikan kedokteran yang pro rakyat dan sistem pengobatan yang pro rakyat.

Di Kemenkes, massa juga berorasi untuk meminta jalan masuk menemui Nila Moeloek, selaku Menteri Kesehatan RI. Namun, hanya beberapa saja yang diizinkan oleh pihak Kemenkes untuk menemui Menteri Nila. Padahal, ribuan dokter itu menginginkan Menkes menemui massa di tengah aksi.

"Bu, kami saudara kandung kalian, loh. Ini dokter dari Sabang sampai Merauke, loh, Bu. Gimana mau pro rakyat? Rakyat mau berobat saja harus bayar mahal." ujar salah seorang orator. (ase)

Laporan: : Afra Augesty

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya