Kisah Hidup si Mbah dan Indah, Gadis Difabel dari Lamongan

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa bertemu dengan Indah, gadis difabel
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Nur Faishal (surabaya)

VIVA.co.id – Gadis difabel itu tolah toleh. Tawa kecil sesekali keluar dari bibirnya. Kertas dan pulpen di sampingnya kadang digamit, lalu ditaruh lagi. Berulang-ulang.

Berkah Ramadhan, Belanja Bersama Difabel, Sebuah Inisiatif yang Menginspirasi

Indah namanya. Perempuan 20 tahun itu berasal Lamongan, Jawa Timur. Sejak bayi, dia diasuh oleh Djoyokardi dan istrinya di desa. Orangtua kandungnya telah meninggal dunia. 

Djoyokardi berkisah orangtua Indah telah meninggal sejak gadis itu masih bayi. Sejak kecil, Indah sudah diketahui menderita keterbelakangan mental. Tapi Mbah Djoyokardi, sapaan warga setempat, tak kecewa. 

DPR Sebut berkat Terobosan Kapolri Kaum Difabel Bisa Jadi Polisi

Kendati hidup dalam kemiskinan, pria 68 tahun itu bertekad menjadi orangtua angkat Indah. Sebab, sekian lama berumah tangga tak kunjung dikaruniai keturunan. 

Dia mengasuh Indah selaik putri kandung sendiri. "Umur tujuh tahun, ibunya (istri Djoyokardi) meninggal dunia," kata Djoyokardi menjawab pertanyaan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Gedung Film SMA Khadijah Surabaya, Minggu, 22 Januari 2017.

2 Orang Peserta Difabel Lolos Tes Tingkat Akhir SIPSS Polri

Sehari-hari, keduanya tinggal di dalam rumah kecil berdinding bambu atau rumah gedek. Pekerjaan Mbah Djoyokardi serabutan, lebih sering sebagai buruh tani. 

Selama hampir dua puluh tanun, tugas ibu sekaligus ayah ia jalani. Karena difabel, hingga kini Indah masih disuapi oleh Mbah Djoyokardi kala makan. Sesekali diajari makan sendiri.

Jalan hidup Indah dan Mbah Djoyokardi menarik empati dan inspirasi lima siswa SMA Khadijah Surabaya, Azzahra Shafira, Eva Septiani, Faisa Musa, Yovi Izha, dan Muhammad Iqbal Syahrul. Mereka mengangkat perjuangan Mbah Djoyokardi merawat Indah ke dalam film pendek berjudul Mata Hati Mbah Djoyokardi.

Digarap melalui DJ Production Present, film dokumenter itu berhasil menyentuh hati juri Festival Film Pendek Indonesia 2016 dan meraih juara dua, dari 286 film karya peserta. Film itu diputar kembali di hadapan Menteri Sosial Khofifah, guru, dan siswa di Gedung Film SMA Khadijah Surabaya.

Sang bintang film, Mbah Djoyokardi dan Indah, juga diundang. Dari pertanyaan yang diajukan Khofifah dan wartawan, hanya Mbah Djoyokardi yang menjawab dengan bahasa Jawa Kromo Inggil. Sementara Indah merespons 'semaunya sendiri'. 

Terkadang Indah bertepuk tangan sendiri kala kilatan cahaya kamera menerpa wajahnya. "O...Kamu suka kamera, ya?" kata Khofifah. "Kamu jadi bintang film. Senang, enggak?" Indah merespons Khofifah dengan tatapan kosong.

Khofifah mengatakan, film pendek itu mengandung pesan kemanusiaan yang dalam. Menurut dia, dari Mbah Djoyokardi siapapun bisa belajar tentang arti penting kepedulian sosial dan rasa tanggung jawab, meski dalam kondisi serba keterbatasan. "Kita diingatkan oleh Mbah Djoyokardi agar memiliki sikap bertanggung jawab," katanya.

Dari film karya anak didiknya itu Khofifah tersentuh dengan kehidupan Mbah Djoyokardi. Dia menegaskan akan mengintervensi pemerintah daerah setempat agar secepatnya turun meringankan hidup Mbah Djoyokardi dan Indah. "Mbah ini bisa dimasukkan dalam daftar penerima PKH (Program Keluarga Harapan) lanjut usia," ujar Ketua Umum Muslimat NU itu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya