Subsidi Dicabut, Ongkos Pesawat di Daerah Ini Bisa Rp50 Juta

Ilustrasi/Pesawat perintis dari maskapai Susi Air
Sumber :
  • Antara/ Fanny Octavianus

VIVA.co.id – Sudah sejak dua bulan lalu subsidi ongkos angkutan penerbangan di wilayah perbatasan khususnya Indonesia-Malaysia di Provinsi Kalimantan Utara dicabut.

Wanita Paru Baya Ditangkap karena Selundupkan Sabu 50 Kg Dari Malaysia, Mengaku Disuruh Anak

Kondisi ini membuat warga sangat kesulitan. Sebab, dampak dari kebijakan itu membuat mereka harus membayar ongkos pesawat jauh lebih besar, bahkan bisa mencapai puluhan juta sekali penerbangan.

Stim Ala, salah seorang warga Desa Long Apung Kabupaten Malinau menyebutkan, dahulu saat masih disubsidi oleh pemerintah, ongkos pesawat dari Bandara Long Apung menuju Ibu Kota Kalimantan Utara Tanjung Selor hanya berkisar antara Rp336 ribu hingga Rp400 ribu.

5 Fakta Jatuhnya Pesawat Smart Aviation di Nunukan Kalimantan Utara

Namun kini ongkos angkut jauh berubah drastis. Setidaknya warga harus merogoh kocek hingga tiga kali lipat atau setara Rp1,4 juta per orang.

"Tiga kali lipat ongkosnya. Bahkan kalau ada yang sakit atau kondisi emergency, warga harus menyewa pesawat dengan harga Rp45 juta hingga Rp50 juta untuk berobat ke kota," kata Ala, Senin, 13 Maret 2017.

Kotak Hitam Pesawat Smart Aviation yang Jatuh di Nunukan Belum Ditemukan

Saat ini di Kalimantan Utara terdapat dua kabupaten yang memang sangat mengandalkan transportasi udara untuk aktivitas. Penerbangan ini menghubungkan warga antarkecamatan dan desa seperti Long Bawang, Binuang, Long Layu, Long Apung, Long Sule, Long Nawang, Data Dian, Sungai Boh dan Alango Pujungan.

Muhammad Leonardo, perwakilan dari maskapai Susi Air Malinau mengaku tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi itu. Ia hanya memastikan bahwa hal itu merupakan kebijakan dari pusat.

Ia juga tak menampik cukup menyayangkan kondisi itu. Sebab, pesawat mereka juga tidak bisa beroperasi. "Kalau kursi belum penuh, kami juga tidak bisa jalan. Sementara warga yang ingin terbang berkurang," katanya.

Kini, ribuan warga di perbatasan yang terisolir dari akses transportasi darat tersebut berharap agar kebijakan pemberian subsidi ongkos penerbangan perbatasan kembali diterbitkan.

Dengan itu, bisa meringankan ongkos mobilisasi warga dan mempemurah aktivitas ekonomi.

Muhammad Tahir/Kalimantan Utara

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya