Ganja “Ekor Bajing” Tanah Madina

Ilustrasi daun ganja.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anry Dhanniary

VIVA.co.id – Hamparan kebun berwarna hijau kekuningan terlihat di balik bukit Tor Sihite. Pemandangan asri ini membuat perasaan lelah setelah mendaki bukit terjal selama tiga jam luntur. Usaha menuju salah satu ladang ganja terbesar di Sumater Utara pun terbayarkan.

TNI-Polri Temukan Ladang Ganja Ditumpang Sari dengan Cabai Satu Hektare di Rejang Lebong

Penerbangan selama 1,5 jam dari Bandara Kuala Namu, Medan, menuju Sibolga terasa panjang. Bukan hanya lelah karena flight pagi, tapi pengalaman pertama kali naik pesawat baling-baling membuat saya cukup khawatir.

Ternyata perjalanan masih harus berlanjut. Sekarang saya harus naik mobil dari Sibolga menuju Mandailing Natal, atau yang akrab disapa Madina.

Warga Bone Kecele Diajak Mahasiswa Tanam Pohon 'Mahal', Ternyata Jadi Ladang Ganja

Sudah tidur, bangun, tidur, sampai bangun lagi, mobil belum juga sampai tujuan. Empat jam terasa sangat lama. “Ini sudah jauh lebih mending, dulu jalannya mah masih berpasir,” ujar salah satu anggota Badan Narkotika Nasional (BNN) yang berada satu mobil dengan saya.

BNN memang tengah gencar-gencarnya menghentikan perkembangan ladang ganja di Sumatera Utara. Kontur tanah berbukit-bukit milik Madina kerap dijadikan tempat penanaman ganja oleh warga sekitar.

2 Ladang Ganja Seluas 11 Hektare Dimusnahkan dengan Cara Dibakar

Madina sudah menjadi target BNN sejak awal 2000-an. Bahkan, ladang seluas 5 hektare pernah ditemukan yang berpotensi menghasilkan 1,5 ton ganja. Pada awal 2017, BNN pun kembali menemukan titik yang digunakan sebagai ladang ganja.

Udara dingin perbukitan langsung memeluk kami saat tiba di Madina. Apalagi ketika itu hujan turun untuk pertama kalinya dalam dua minggu terakhir. Menimbulkan kekhawatiran cuaca bisa menjadi faktor penghalang misi kami.

Bukan apa-apa, perjalanan menuju titik lokasi harus melewati jalur yang cukup ekstrem dan terjal. Bahkan kabarnya jalan menuju desa terakhir sebelum pendakian mengalami longsor. Jadi jelas hujan bisa menjadi pengganjal.

Perjalanan tiga jam dari Madina ke titik lokasi kita lanjutkan pada pagi harinya, setelah istirahat memejamkan mata sejenak. Kali ini, rute yang harus dilahap penuh tikungan khas bukit barisan.

Warga langsung mencari sumber suara bising ketka sirine truk Brimob meraung memecah kesunyian desa-desa yang dilewatinya, sebelum akhirnya masuk ke dalam desa terakhir di kaki bukit Tor Sihite.


Perjalanan Berat Menuju Balik Bukit

Untuk mencapai titik pendakian, 20 anggota operasi dari BNN, TNI, Brimob, dan Polres Madina harus melanjutkan perjalanan dengan mobil yang lebih kecil karena harus masuk jalan-jalan kecil yang hanya berjarak tak lebih dari satu meter dengan rumah warga.

Rasa lega terasa saat jalur yang sempat longsor sudah bisa dilewati. Sempat mengalami selip, mobil kami akhirnya bisa melalui jalur longsor yang kira-kira sejauh 100 meter tersebut dengan selamat.

Tapi, ternyata perjuangan baru dimulai.

Selesai apel di lapangan sebuah sekolah dasar bertembok kayu, kami langsung ditantang dengan jalur terjal sejak awal. Tanpa jalan landai lebih dulu untuk pemanasan.

Nafas saya tersenggal-senggal, jantung rasanya tak sanggup lagi memompa lebih keras. Botol minum pertama terasa habis begitu cepat. Tapi kaki pegal saya harus tetap berjalan kalau ingin menyelesaikan misi ini.

Tiga jam dengan jalur terjal harus kami lewati. Kaki melangkah, satu demi satu. Lalu tiba-tiba terdengar di walkie talkie kalau tim terdepan sudah tiba di lokasi. Kira-kira 250 meter lagi. Ladang berwarna hijau itu sudah tampak dari posisi kami yang sedikit lebih tinggi.

Kami diminta waspada, karena terlihat seorang petani sedang berada di ladang seluas 1,5 hektare tersebut.

Dari kejauhan, tampak petugas BNN merayap di antara pohon ganja berusaha menangkap tersangka. Tapi saat itu juga terdengar suara teriakan dari arah hutan, semacam kode dan temannya pun cepat-cepat kabur ke balik rimbunnya pohon.

Tembakkan peringatan meletus. Untuk membuat para tersangka melarikan diri dan tidak melakukan perlawanan.

“Kami tidak fokus menangkap tersangka, tetapi mencari jaringan penampungnya di Jakarta,” tegas Kombes Pol. Ghiri Prawija.


Akhirnya Bertemu si “Ekor Bajing”

Hamparan ladang ganja 1,5 hektare terlihat jelas di depan mata saya. Pohon-pohon setinggi 1,5 hingga 2 meter itu tdak terlalu besar. Batang-batangnya kecil, begitu juga daunnya yang tipis dan panjang.

Melihat karakter daunnya, ganja ini berjenis sativa. Ganja jenis ini memiliki zat psikoaktif yang memberikan euforia dan membuat penggunanya aktif berpikir. Dalam sejarah penggunaannya, batang jenis ganja ini sering digunakan sebagai serat pembuat karung, baju, sampai tali kapal.

Menengok ke sisi kiri ladang, tampak lima terpal berwarna biru sedang menjadi alas jemur ganja-ganja yang tengah dikeringkan. Daun di atas tiga terpal sudah mulai coklat, sementara di dua terpal lagi masih setengah kering.

“Kalau terlambat satu hari saja. Besok sudah tidak ada di sini. Tapi, berhasil kami hentikan. Belum ada yang diedarkan,” tambah Ghiri.

Satu per satu pohon dicabut oleh petugas. Ditumpuk hingga cukup tinggi. Solar disiramkan lalu menyusul kayu yang sudah dibakar. Asap putih mengepul liar karena angin yang berhembus cukup kencang.

Petugas juga menemukan sebuah pondok di dalam hutan. Tempat ini menjadi persembunyian salah satu petani ladang ganja tersebut.

Dari kualitas, ganja madina tidak kalah kuat dengan milik tanah Aceh. Bahkan, BNN yakin “ekor bajing” atau pucuk pohon ganja Madina merupakan salah satu yang terbaik di dunia.

1.500 pohon dicabut oleh petugas dalam operasi yang berjalan 30 menit itu saja. Sekitar setengah ton ganja berhasil digagalkan beredar ke masyarakat.

“Ini komitmen kami dalam memberantas narkoba, sekaligus memberitahukan pada masyarakat kalau ganja merupakan tanaman yang dilarang ditanam atau digunakan,” tegas Ghiri.

Tetapi, perkembangan ganja di Madina masih sulit untuk dihentikan. Saat ini, tercatat setidaknya ada tujuh ladang ganja di perbukitan Tor Sihite saja.

Dengan penghasilan menggiurkan, kira-kira Rp200 juta tiap panen, pemerintah harus proaktif memberikan opsi lain untuk masyarakat. Mereka harus diberikan edukasi serta sarana untuk mengembangkan usaha di bidang lain.

Kalau melihat dataran Madina, sebenarnya bukan hal mustahil untuk membuat para penduduk menanam tanaman lain. Padi dan pohon karet tampak menjadi salah satu pilihan lain para penduduk, selain tanaman ilegal tersebut.

Tonton perjalanan VIVA.co.id ke ladang ganja di perbukitan Tor Sihite pada video ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya