Wali Kota Padang Dukung Universitas Andalas Larang LGBT

ilustrasi
Sumber :
  • REUTERS/Gonzalo Fuentes

VIVA.co.id - Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah, menyatakan mendukung penuh kebijakan Universitas Andalas menolak calon mahasiswa kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masuk kampus itu.

Cerita Pasangan Gay Pertama yang Terima Status Pernikahan di Nepal

"Saya mendukung penuh sikap Rektor Unand (Universitas Andalas) yang mengeluarkan kebijakan tersebut," kata Wali Kota kepada wartawan pada Jumat, 5 Mei 2017.

Wali Kota meyakini, dengan kebijakan itu mampu menekan perkembangan LBGT dalam dunia pendidikan, terutama perguruan tinggi. LBGT, katanya, jelas adalah bentuk penyimpangan perilaku sosial yang bertentangan dengan budaya dan ajaran agama.

Ulasan Lengkap Monkeypox dari WHO: Penyebaran, Gejala, dan Pencegahannya

Agar tidak bertentangan dengan undang-undang dan hak asasi manusia, Pemerintah Kota akan mencarikan solusi terbaik, misal, membuat sekolah khusus untuk kaum LBGT.

Pada pekan lalu, Universitas Andalas membuat kebijakan menolak calon mahasiswa kaum LGBT masuk kampus itu. Universitas menerbitkan formulir yang berisi pernyataan bahwa setiap calon mahasiswa kampus itu bukan lesbian, gay, biseksual, atau pun transgender. Formulir wajib diisi setiap calon mahasiswa yang ikut Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun 2017.

Lebih dari 90 Persen Kasus Cacar Monyet Populasi Homoseksual dan Biseksual

Formulir diunggah di laman resmi Universitas Andalas dan kemudian sempat dihapuskan. Namun kebijakan itu tetap berlaku dan tidak akan dicabut.

Menurut Sang Rektor, Tafdil Husni, jika ada calon mahasiswa yang tak ingin mengisi dan menandatangani formulir pernyataan itu, sebaiknya tidak usah mendaftar di Universitas Andalas. Kampus masih membahas dan merumuskan lebih detail aturan itu.

Dikecam

Kebijakan itu dikecam sejumlah kalangan. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Sumatera Barat menyebut kebijakan itu bertentangan dengan hak asasi manusia, terutama prinsip human dignity (tidak mempermalukan orang dan keluarganya).

Ketua Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat, Sultanul Arifin, menilai kebijakan itu sangat diskriminatif. Bahkan, jika tetap dipaksakan, bisa berdampak pelanggaran HAM.

Aturan itu, menurut LBH Padang, jelas telah mencederai prinsip dan nilai nondiskriminasi dalam pendidikan, karena menurut Pasal 28 I ayat (2) bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya