Kapolri Akui Prajuritnya Kurang Terlatih Menembak Darurat

Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Tito Karnavian.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar GM

VIVA.co.id - Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Tito Karnavian, menjelaskan seputar kasus prajuritnya menembaki satu keluarga warga sipil dalam mobil di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, pada 18 April 2017.

Jokowi Siap Tindaklanjuti Rekomendasi Komnas HAM Soal Laskar FPI

Tito mula-mula mengingatkan bahwa polisi memiliki kewenangan diskresi atau kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi. Kewenangan itu sangat subjektif atau bergantung penilaian pribadi si polisi yang pada pokoknya ditujukan untuk menjamin keamanan publik atau prajurit.

"Kewenangan yang melekat tiap polisi di seluruh dunia, termasuk Polri, untuk menilai secara subjektif situasi yang dihadapi, kemudian menentukan pilihan tindakan dan mengambil keputusan tindakan mana yang harus dilakukan dalam rangka menjamin keamanan publik dan petugas sendiri," kata Tito di kompleks Parlemen di Jakarta pada Selasa, 23 Mei 2017.

Tembak-Menembak di Intan Jaya Papua, TNI Rebut Senjata OPM

Dia mencontohkan kewenangan diskresi menembak ketika menghadapi situasi terdesak atau demi melindungi warga atau masyarakat. Seorang polisi dibolehkan menembak manakala menghadapi situasi yang mengharuskan mengutamakan keselamatan masyarakat atau keselamatan sendiri.

Masalahnya, Tito mengakui, tak semua prajurit Polri terlatih menggunakan kewenangan diskresi itu. Satu di antara kasus kesalahannya ialah peristiwa penembakan di Lubuklinggau ketika sebuah mobil penuh penumpang menerobos razia polisi di jalan raya.

Kasus Penembakan Warga di Makassar, 12 Polisi Disanksi Disiplin

Tapi ada juga penggunaan diskresi yang tepat dan benar. Dia mencontohkan tindakan yang diambil Aiptu Sunaryanto ketika mengetahui ada penyanderaan di sebuah mobil angkot di Jakarta Timur pada 9 April 2017. Sunaryanto terpaksa menembak penyandera untuk menyelamatkan korban yang seorang wanita itu.

"Dia (Aiptu Sunaryanto) mengambil keputusan secara tepat melakukan penembakan di tangan tersangka sehingga pisaunya jatuh, dan korban berhasil diselamatkan, pelaku ditangkap hidup. Ini apresiasi dan kami berikan penghargaan penggunaan diskresi secara tepat," kata Tito.

Tak semua polisi, Tito berterus terang, mampu menggunakan kewenangan diskresi itu di saat yang tepat dan benar. Sebabnya ialah tak semua polisi terlatih untuk itu.

Polri berencana menyelenggarakan pelatihan dan menambah kurikulum tentang diskresi di lembaga pendidikan maupun saat pelatihan setelah bertugas dalam satuan.

"Juga melatih kemampuan menembak untuk anggota, termasuk ke depan kita akan melakukan pengadaan. Mohon dukungan dari Komisi III (DPR). Di luar negeri itu sudah ada sebetulnya sistem dalam rangka mengajar memampukan anggota menggunakan kewenangan diskresi," kata Tito.

Salah satu contoh pendidikan itu ialah firearms training system, yakni pelatihan bagi polisi di sebuah gedung simulasi dengan hampir seribu skenario peristiwa. Mereka dilatih membuat keputusan bertindak dalam skenario-skenario peristiwa itu.

Pelatihan semacam itu akan diberlakukan di semua kepolisian resor pada tahun 2018. Pelatihan juga dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai demi memaksimalkan kemampuan setiap polisi. "Karena kemampuan diskresi hanya bisa dikuasai melalui pelatihan, tidak bisa dikuasai dengan teori," kata Tito.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya