Marak Persekusi, MUI Imbau Bijak Bermuamalah di Medsos

Konferensi pers Majelis Ulama Indonesia.
Sumber :
  • Raudhatul Zannah - VIVA.co.id

VIVA.co.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti aksi persekusi atau main hakim sendiri yang marak terjadi dalam beberapa kasus terakhir ini. Salah satu kasus persekusi seperti yang dialami dokter dari Solok, Sumatera Barat, Fiera Lovita, yang mendapat intimidasi setelah mem-posting status di akun Facebooknya.

Warga Permata Buana Korban Persekusi Akui Dapat Permufakatan Diskriminasi

Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Saadi, mengatakan persekusi atau pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang untuk disakiti atau dipersulit hak-haknya tidak boleh dilakukan oleh kelompok masyarakat.

"Penertiban ujaran kebencian di media sosial harus dilakukan oleh petugas berwenang bukan oleh massa," kata Zainut Tauhid kepada VIVA.co.id, Jumat, 2 Juni 2017.

PDIP Kini Bela Bacaleg yang Dituduh Setubuhi Anak Kandung di Lombok Barat

Persekusi biasanya terjadi karena reaksi atas postingan seseorang di media sosial yang dianggap mengandung muatan ujaran kebencian, fitnah atau penghinaan terhadap seseorang atau kelompok. Sehingga menimbulkan ketersinggungan dan kemarahan dari orang atau kelompok tersebut.

Berdasarkan hal itu, MUI kata Zainut, berpendapat bahwa tindakan persekusi yang dilakukan dengan cara tidak manusiawi, menimbulkan penderitaan baik fisik maupun psikis terhadap orang lain, bertentangan dengan hukum dan tidak dibenarkan oleh agama.

Lima Tersangka Persekusi Pemandu Karaoke Ditangkap, Pria yang Menelanjangi Masih Buron

"MUI meminta kepada semua pihak khususnya kepada kelompok masyarakat yang ingin melaksanakan tugas dakwah amar ma'ruf nahi munkar, hendaknya dalam melaksanakan tugas dakwah sesuai dengan koridor hukum, dan tidak boleh dengan cara-cara yang melanggar hukum," ujarnya.

Disamping itu, aparat penegak hukum harus bertindak cepat jika ada orang yang melanggar hukum.

MUI mengimbau kepada masyarakat luas untuk dapat memanfaatkan media sosial dengan cara yang lebih bertanggung jawab, menghindarkan diri dari ujaran kebencian, fitnah dan merendahkan pihak lain.

"Bermuamalah di media sosial sebagai bagian dari pelaksanaan hak berekspresi warga negara harus dilandasi dengan nilai-nilai etika, akhlak mulia, norma susila dan agama. Sehingga tidak menimbulkan ketersinggungan pihak lain yang  dapat memicu konflik dan disintegrasi sosial," terang Saadi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya