Menteri Lukman Yakin Koruptor Kurang Mengerti Ajaran Agama

Menteri Agama Lukman Saifuddin
Sumber :
  • VIVA.co.id/Edwin Firdaus

VIVA.co.id – Semakin maraknya perilaku korupsi yang melibatkan pejabat dan masyarakat sipil menimbulkan pertanyaan, apakah perilaku tersebut diharamkan setiap agama. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan momen Ramadan justru seharusnya dimaknai setiap orang untuk menahan hawa nafsu, apalagi tindakan korupsi. 

Kasus-kasus Korupsi yang Ngendon Bertahun-tahun di Jatim

Untuk itu dia meminta agar semua pihak tidak melabelkan perilaku korupsi dengan tingkat religius seseorang. Sebab ia melihat tindakan korupsi yang dilakukan seseorang hanyalah karena minimnya pengertian yang bersangkutan dalam memaknai ajaran agama yang dianut.

"Tentu cara kita memaknainya, bagaimana pun juga tentu yang melakukan kesalahan jauh lebih sedikit daripada yang tidak," kata Lukman saat menghadiri diskusi di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Juni 2017.

Mantan Bupati Subang Dituntut 8 Tahun Penjara

Ia pun menggambarkan, bagaimana seseorang harus belajar mengenai sifat ketuhanan. Kata dia, perbedaan manusia dengan Tuhan adalah bagaimana menyikapi sesuatu yang diinginkan dan terus merasa kekurangan.

"Itu yang dilatih kepada kita. Tuhan itu maha tidak butuh atau ghoni (kaya). Lawan katanya fakir. Fakir harus butuh sesuatu ada rasa kurang sehingga orang tergerak untuk korupsi," kata dia. 

Komisi XI: Keuangan Pemerintah WTP, tapi Masih Ada Korupsi

Lukman melanjutkan, sebagai umat beragama, sikap qana'ah harus ditanamkan dalam dia setiap manusia. Pengertian qana'ah, kata dia, bisa diartikulasikan sebagai sikap merasa cukup atas sesuatu hasil yang dikerjakannya. 

"Sehingga hanya menikmati hak kita sendiri tanpa mengurangi hak orang lain," ujarnya. 

Sementara itu Direktur Gratifikasi KPK, Giri Supradiono, mengatakan perilaku korup kadang dimaknai salah oleh setiap orang. Bila dalam agama, mengharamkan sesuatu hanya disematkan pada sikap atau larangan hal-hal tertentu. Namun, dalam tindakan korupsi kadang kala dimaknai dengan berbeda. 

Dan itu, menurutnya, terlihat ketika kasus terakhir yang tengah digarap KPK saat menangkap tangan seorang anggota DPRD Jawa Timur atas dugaan menerima suap. 

"Jadi, ketika dihadapkan isu yang sifatnya agama atau dogmatik, (kadang) Puasa pun tetap korupsi. Siangnnya puasa, malamnya ketangkap KPK," kata Giri. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya