Kebijakan Sekolah 5 Hari Bisa Diuji Coba Dahulu

Siswa belajar membatik
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Anggota Komisi X DPR, Venna Melinda memberikan catatan terhadap rencana kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait sekolah lima hari dengan minimal delapan jam belajar. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017.

Guru Jakarta Tak Permasalahkan Kebijakan 5 Hari Sekolah

"Permendikbud ini sepemahaman saya memiliki dua hal yang saling berhubungan,” kata Venna dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis 15 Juni 2017.

Pertama, menurut Venna, kebijakan lima hari per delapan jam belajar sekolah. Kedua, penekanan jam kerja formal guru PNS selama 40 jam. “Artinya akan ada sinergi antara dua subjek pendidikan di sini, yaitu guru dan murid," ujar dia.

PBNU Harap Perpres Sekolah Lima Hari Bisa Bantu Madrasah

Ia menilai, dari sisi pendidikan belajar murid perlu dipertanyakan apakah sudah realistis. Kondisi ini menyangkut karakter masyarakat Indonesia yang plural dan multikultural, terutama di daerah pedesaan.

"Karena Indonesia bukan hanya kota-kota besar di Jawa. Saya ambil contoh di Papua, apakah di sana anak-anak bisa belajar sesuai dengan jam kerja, karena sarana prasarana pendidikan yang minim dan kurangnya jumlah tenaga pengajar," tutur politisi Demokrat tersebut.

Puan Maharani: Sekolah Lima Hari, Bukan Pagi Sampai Sore

Kemudian, dari sisi pengajar, ia mengatakan, banyak sekali permasalahan bagi tenaga guru di daerah. Masalah seperti tunjangan atau honor.

Padahal, Venna melanjutkan, guru-guru di daerah ini justru pengorbanannya paling besar. Meninggalkan keluarga dan hidup di daerah yang jauh dari kota merupakan salah satu pengorbanan guru luar biasa.

"Ini merupakan salah satu masalah utama yang terjadi di Kemendikbud. Untuk itu, Permendikbud No 23 Tahun 2017 ini jika ada pro dan kontra sah-sah saja,” katanya. 

“Menurut pengamatan politik saya, lebih baik Kemendikbud melakukan uji coba atau pilot project di sekolah-sekolah yang ada di 34 provinsi di Indonesia," kata Venna.

Ia menyebutkan, sudah ada sekolah menengah atas (SMA) unggulan di seluruh Indonesia. Ia menilai, Kemendikbud harus mewajibkan sekolah ini untuk menjadi pilot project program full day school.

Program ini dengan memberikan time line, minimal sebulan sekali, sehingga ada laporan terperinci dan terstruktur terhadap progres periodik full day school di sekolah-sekolah itu.

"Kemendikbud juga bisa mengoptimalkan komite sekolah yang bisa menjadi pengawas tentang hal ini. Saya rasa baik murid maupun guru di SMA pilot project ini akan menjadi acuan apakah program full day school ini mampu memperkuat karakter ‘revolusi mental’ yang sedang kita perjuangkan bersama Kemendikbud," ujar Venna.  

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya