Kemendikbud: Banyak Orang Tua Masih Andalkan Akademik

Calon siswa beserta wali murid antre pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMP melalui sistem zonasi di SMPN 2 Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Senin (12/6/2017).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

VIVA.co.id – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menilai munculnya kisruh saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2017 ditengarai oleh masih banyaknya orang tua yang menginginkan anaknya di sekolah favorit.

Sosok Menteri yang Mencetus Sistem Zonasi dan Alasan di Balik Penerapannya dalam PPDB

"Ini terjadi di luar zona, karena selalu mengandalkan akademik. Maka ini tidak terima, protes," ujar Irjen Inspektorat Jenderal Kemendikbud Daryanto, Selasa, 11 Juli 2017.

Diakuinya, zonasi wilayah dalam PPDB tahun 2017 memang memprioritaskan 90 persen siswa yang berada di zona sekolah. Lalu kemudian mereka yang sudah memasuki usia tepat bersekolah, yakni untuk Sekolah Dasar antara 7-12 tahun dan Sekolah Menengah Pertama dari 12-15 tahun.

Sejarah Munculnya Sistem Zonasi dalam PPDB yang Sering Tuai Kontroversi

"Itu yang harus diselamatkan dulu, karena ini WaJar (Wajib Belajar)12 tahun," katanya.

Baca Juga:

Penerapan Zonasi PPDB Sekolah Dinilai Belum Efektif

Namun demikian, kata Daryanto, dalam Peraturan Mendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB, tetap disediakan bagi mereka yang berada di luar zona. Hanya saja memang sangat terbatas. "Kita atur 10 persen di luar zona," ujarnya.

Di bagian lain terkait keluhan terkait PPDB, Daryanto menyebut hal itu berkaitan dengan gangguan sistem dalam jaringan (online) laman untuk PPDB di sekolah.

Sehingga banyak orang tua yang khawatir. Selain itu kepanitian juga terkesan tidak responsif terhadap masalah. "Sehingga menimbulkan ketidakpastian, sehingga pakai manual, disitu muncul kecurigaan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya