HTI Gugat Perppu Ormas Anti-Pancasila ke MK

HTI mengandeng Yusril untuk lawan pemerintah
Sumber :
  • VIVA.co.id / Eduward Ambarita

VIVA.co.id – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) resmi menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukumnya melawan pemerintah, terkait diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017.

Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro-Khilafah Masih Eksis di RI dengan Modus Baru

HTI yang dipimpin langsung ketuanya Ismail Yustanto, sudah bertemu Yusril dan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"HTI memutuskan memberi kuasa kepada Ihza-Ihza Law Firm untuk mengajukan permohonan uji materil atas Perppu tersebut yang diyakini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945," terang Yusril dalam siaran persnya, Rabu 12 Juli 2017.

Menag Yaqut Buka Suara Soal HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII

Yusril mendorong ormas lain yang merasa dirugikan, untuk ikut menempuh langkah hukum. Karena Ia berkeyakinan, Perppu yang diterbitkan sebagai ganti UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan itu, adalah langkah mundur demokrasi.

"Sebab, Perppu ini membuka peluang untuk pemerintah berbuat sewenang-wenang membubarkan ormas yang secara secara subyektif dianggap pemerintah bertentangan dengan Pancasila, tanpa melalui proses peradilan," jelas Yusril.

HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII, Polisi Akan Periksa Panitia Penyelenggara Acara

Mantan Menteri Kehakiman ini juga menilai, Perppu ini bertentangan dengan prinsip dasar negara hukum. Sebab kebebasan bersyarikat diatur dalam UUD. "Norma undang-undang yang mengatur kebebasan itu tidak boleh bertentangan dengan norma UUD yang lebih tinggi kedudukannya," jelasnya.

Sementara untuk syarat keluarnya Perppu, yakni ada kegentingan memaksa seperti diatur salam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, menurut Yusril juga tidak terpenuhi. Padahal, tafsir tentang kegentingan yang memaksa itu ada dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/PUU-VII/2009.

Dimana menyebutkan, adanya kebutuhan mendesak menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang tetapi undang-undangnya belum ada. Atau, lanjut dia, UU-nya ada tapi tidak memadai.

"Perppu ini juga mengandung tumpang tindih pengaturan dengan norma-norma dalam KUHP, terkait delik penodaan agama, permusuhan yang bersifat suku, agama, ras dan golongan, serta delik makar yang sudah diatur dalam KUHP. Adanya tumpang tindih ini bisa menghilangkan kepastian hukum yang dijamin oleh UUD 1945," jelasnya.

Pemerintah sebelumnya resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tertanggal 10 Juli 2017 untuk mengatur organisasi kemasyarakatan (ormas) di Indonesia. Penerbitan Perppu ini juga menggantikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, melalui perubahan aturan ini, pemerintah punya kewenangan untuk memastikan setiap ormas yang tidak melaksanakan kegiatan sesuai asas Pancasila.

"Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 telah tidak lagi memadai sebagai sarana untuk mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, baik dari segi aspek substantif terkait dengan norma, larangan, dan sanksi serta prosedur hukum yang ada," ujar Wiranto di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta, Rabu, 12 Juli 2017.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya