Gara-gara Kelamin Bayi Tabung, IDI Surabaya Digugat

Foto bayi tabung hasil program Klinik UF ditunjukkan Eduard Rudy, kuasa hukum penggugat Dokter Aucky Ginting (AG) dan IDI Surabaya pada Selasa, 18 Juli 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id - Dokter AG, pemilik sebuah klinik kesehatan terkenal di Surabaya, Jawa Timur, dan Ikatan Dokter Indonesia cabang setempat digugat oleh TH dan ES, suami-istri warga Mulyorejo, Surabaya. Gugatan terkait janji bayi tabung berjenis kelamin lelaki, kenyataannya perempuan.

Olivia Alan Ungkap Sempat Keguguran 3 Kali, Kini Istri Denny Sumargo Akhirnya Hamil

Gugatan dilayangkan oleh TH dan ES ke Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor perkara 325/Pdt.G/2017/PN.Sby. Gugatan dilayangkan setelah IDI Surabaya memutus aduan kode etik atas Dokter AG secara kilat.

Penggugat menduga putusan IDI di luar prosedur karena diputus sehari setelah aduan. "Tadi pagi digelar mediasi dengan pihak tergugat di pengadilan," kata Eduard Rudy, kuasa hukum suami-istri penggugat, kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa, 18 Juli 2017.

Bisakah Pasien Endometriosis Hamil Tanpa Program Bayi Tabung? Begini Kata Dokter

Kasus itu bermula ketika TH dan ES menginginkan anak laki-laki. Konsultasi ke mana-mana, ketemulah klinik kesehatan berinisial UF milik Dokter AG pada 2015. "Klien saya pasangan normal, sudah punya satu anak perempuan, sekarang usia dua tahun. Tapi ingin anak laki-laki," ujar Eduard.

Singkat cerita, TH-ES mengikuti program bayi tabung di klinik UF. Selain secara langsung, keduanya juga berkonsultasi aktif melalui aplikasi WhatsApp dengan Dokter AG. Dalam satu obrolan WA, Dokter AG memberitahukan kepada penggugat empati hasil embrio. "Konsultasi awal Mei 2015," katanya.

Pertama Dalam Sejarah! Badak Putih Utara Berhasil Hamil dengan Bayi Tabung

"Satu (embrio) laki, satu perempuan, satu tidak bagus, satu lagi rusak," kata Eduard menjelaskan percakapan WA antara Dokter AG dengan ES, sembari menunjukkan bukti WA itu. "Klien saya memilih embrio laki-laki. Ada biayanya tiga belas juta dibayarkan. Saya ada bukti kuitansinya."

Ditanamlah embrio tabung itu ke rahim ES. Saat usia kandungan enam bulan, klien Eduard mengalami pendarahan. Dia menyebut kliennya tiga kali mengalami kondisi kritis. Saat itu pula diketahui jenis kelamin janin ES perempuan, bukan laki-laki seperti dijanjikan AG.

Hal yang bikin kesal TH-ES, selama masa kritis, Dokter AG terkesan menghindar. Dia, kata Eduard, juga tidak merespons ketika diminta rekomendasi dokter anak di mana bisa didatangi. "Akhirnya bayi tabung klien kami dilahirkan paksa secara prematur. Saat lahir, maaf-maaf, kondisinya memprihatinkan," ujarnya.

Sebetulnya, kata Eduard, kliennya menerima meski bayi tabung hasil program di klinik UF perempuan. Tetapi yang disesalkan TH-ES ialah ogahnya Dokter AG mengakui kesalahannya. "Bahkan klien kami didatangi dua orang suruhan Dokter AG dan dipaksa meneken surat pernyataan tidak akan menuntut dan disodori uang damai seratus juta," ujarnya.

Surat pernyataan itu kiranya yang dijadikan Dokter AG sehingga bebas dari sanksi kode etik IDI Surabaya. Padahal, surat pernyataan itu dicabut oleh TH-ES dan uang damai dikembalikan melalui Bank Danamon. "Lucunya, IDI memutus Dokter AG tidak bersalah hanya satu hari setelah aduan klien kami," katanya.

Eduard menuturkan, gugatan terpaksa dilayangkan ke PN Surabaya karena tidak ada iktikad baik dari Dokter AG. IDI Surabaya ikut digugat karena diduga menyidangkan kode etik AG secara nonprosedural. "Klien kami hanya menuntut Dokter AG mengakui kesalahannya atas janji-janji palsunya secara tulus," katanya. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya