20.000 Pekerja Jalan Tol Terancam Jadi Pengangguran

Komisioner Ombudsman, Dadan Suharmawijaya bertemu perwakilan pekerja Jalan Tol
Sumber :
  • VIVA/Rifki Arsilan

VIVA.co.id – Langkah PT Jasa Marga yang memberlakukan kebijakan baru, yaitu mewajibkan pengguna jalan tol untuk menggunakan pembayaran non-tunai atau e-money menyisakan berbagai persoalan.

Volume Lalu Lintas Gerbang Tol Jabotabek dan Jawa Barat pada H-2 Hari Raya Nyepi Meningkat

Hal itu disampaikan Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat, yang juga salah satu pekerja jalan tol di lingkar luar (JORR) PT.Jasa Marga ketika mengadukan nasibnya ke Ombudsman Republik Indonesia.

Menurut Mirah, rencana pemerintah yang akan memberlakukan pembayaran non tunai bagi para pengguna jalan tol per tanggal 31 Oktober mendatang dapat berdampak pada sekitar 20.000 pekerja jalan tol yang selama ini sudah eksis bekerja menjaga gerbang tol secara manual.

Detik-Detik Bajaj Lawan Arah di Tol Janger, Sopir Ngaku Salah Baca Google Maps

"Ini yang harus difikirkan oleh pemerintah, jika kebijakan e-money ini diberlakukan secara keseluruhan pertanggal 31 Oktober nanti, maka ada sekitar 20.000 karyawan yang terancam menjadi pengangguran," kata Mirah Sumirat di kantor Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta Selatan, Senin 9 Oktober 2017.

Ia menambahkan, hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan informasi dari pihak PT Jasa Marga terkait dengan rencana pasca penerapan pembayaran non tunai di seluruh pintu tol yang akan diberlakukan beberapa pekan ke depan.

Jasa Marga Salurkan Bantuan ke Warga Terdampak Tornado di Kabupaten Bandung dan Sumedang

Bahkan, lanjutnya, pihaknya baru mendapat kabar dari sejumlah berita bahwa PT Jasa Marga akan mengalihkan para pekerja jalan tol ke tiga sektor yang tidak masuk akal.

"Bayangkan, kami yang sudah bekerja tahunan di gerbang tol, gara-gara diberlakukannya e-money ini kami akan dialihkan dipekerjakan di tiga sektor lain, yaitu di rest area, potong rumput, dan ngurusin jembatan penyeberangan. Ini kan tidak masuk akal," ujarnya.

"Itu yang saya tidak habis fikir, padahal kan semuanya sudah ada pekerjanya, kalau benar itu dilakukan maka itu akan menimbulkan persoalan baru, karena semua itu sudah ada pekerjanya, dan itu tidak mungkin," katanya menambahkan.

Menanggapi aduan tersebut, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Dadan S. Suharmawijaya menyatakan, pihaknya masih mempelajari kebijakan yang akan diberlakukan oleh pemerintah tersebut.

Menurutnya, kebijakan apapun yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini PT Jasa Marga selaku perusahaan BUMN, harus memperhatikan sisi kemanusiaan.

"Jadi tidak bisa kebijakan itu dikeluarkan hanya berdasarkan sisi bisnis saja, tapi juga harus memperhatikan sisi kemanusiaan juga, karena ini menyangkut para pekerja, keluarga para karyawan, dan lain sebagainya," kata Dadan Suharmawijaya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya