KPK Telusuri Pembayaran Uang Muka Pembelian Heli AW 101

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Sumber :
  • ANTARA/Wahyu Putro A

VIVA.co.id – Komisi Pembertantasan Korupsi terus mendalami sejumlah pihak yang terkait aliran uang korupsi dalam pembelian helikopter Augusta Westland (AW) - 101 di Markas Besar TNI Angkatan Udara.

Hasrat Seks Ibu Muda Cabuli Anak di Jambi, KPK Sekongkol dengan Gatot Nurmantyo

Hari ini, penyidik memeriksa staf marketing Bank BRI Cabang Mabes TNI Cilangkap Bayu Nurpratama terkait pembayaran uang muka pembelian heli seharga 738 miliar tersebut.

"Saksi didalami informasi terkait proses pembayaran uang muka pemesanan Heli AW-101 yang menggunakan sarana perbankan pada saat itu," kata Jubir KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin 16 Oktober 2017.

KPK Bereaksi Dituduh Sekongkol dengan Gatot Nurmantyo Usut Korupsi Heli AW 101

Pemeriksaan terhadap Bayu dilakukan lantaran sebelumnya yang bersangkutan tidak hadir dari jadwal semula yakni, Kamis 12 Oktober 2017.

"Pemeriksaan (hari ini) sebagai penjadwalan ulang," ujarnya.

Dua Kali Mangkir, Mantan KSAU Dipanggil Lagi KPK di Kasus Korupsi Heli AW-101

Seperti diketahui sebelumnya, pada kasus pembelian Heli ini KPK telah memeriksa sejumlah anggota dan perwira tinggi TNI di Mabes TNI, Cilangkap Jakarta Timur, Rabu 16 Agustus 2017.

KPK juga telah menetapkan bos PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka. Irfan diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun anggaran 2016-2017.

Pada April 2016, TNI AU mengadakan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus atau lelang yang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang. Irfan selaku Presdir PT Diratama Jaya Mandiri dan diduga pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikutsertakan dua perusahaan miliknya tersebut dalam proses lelang ini.

Padahal, sebelum proses lelang berlangsung, Irfan sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak US$39,3 juta atau sekitar Rp514 miliar.
Sementara saat ditunjuk sebagai pemenang lelang pada Juli 2016, Irfan mewakili PT Diratama menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp738 miliar. Akibatnya, keuangan negara diduga dirugikan sekitar Rp224 miliar.

Atas perbuatannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya