- VIVA.co.id/Bobby Andalan
VIVA – Sudah 34 hari sejak status awas diberikan pada Gunung Agung, pada 22 September 2017, oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Kondisi gunung yang terletak di Pulau Dewata tersebut kini justru semakin menurun. Pada tanggal 19 Oktober 2017 jumlah kegempaan sama dengan status waspada (level 2).
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya juga sempat mempertanyakan status Gunung Agung dan meminta untuk segera dievaluasi. Karena dengan masih berstatus awas, banyak kerugian secara materiil yang harus ditanggung dari berbagai sektor, mulai dari pariwisata hingga pembangunan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam jumpa pers di Graha BNPB, Pramuka, Jakarta Timur, 26 Oktober 2017, menjelaskan, meski terjadi penurunan aktivitas kegempaan di Gunung Agung, mencabut status awas dan menjadikannya ke level waspada merupakan wewenang PVMBG.
"Otoritas yang berhak menghentikan status gunung api PVMBG, mereka memiliki SDM, peralatan, untuk menetapkan status, meski kegempaan turun, tapi ada alasan (belum menurunkan status)," ujarnya.
Sutopo kemudian memberikan contoh kemungkinan alasan PVMBG belum menurunkan status menjadi waspada. Misalnya, ada penggembungan di puncak gunung sebesar enam sentimeter, di bawah menyusut, aktivitas magma masih berlangsung.
Letusan Gunung Agung sendiri, dikatakan oleh Sutopo, hanya akan berdampak ke radius 9 hingga 12 kilometer, sehingga sebenarnya masyarakat yang ada di luar radius itu masih bisa beraktivitas normal. Namun karena merasa takut, banyak dari mereka yang memilih mengungsi ke daerah lain seperti Banyuwangi dan Lombok.
Sebagai informasi, Gubernur Bali, Made Mangku Pastika sebelumnya menyatakan siaga darurat penanganan pengungsi Gunung Agung dari tanghal 29 September 2017 hingga 12 Oktober 2017, diperpanjang menjadi 13 Oktober 2017 hingga 26 Oktober 2017.