KPK: Klaim Nazaruddin Soal e-KTP Harus Diuji di Pengadilan

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Sumber :
  • Antara/Fanny Octavianus

VIVA – Sejumlah pihak menilai keterangan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, banyak yang janggal terkait kasus e-KTP. Sebab, banyak yang tak disampaikan Nazaruddin di persidangan, namun sangat rinci di Berita Acara Pemeriksaan KPK.

Bambang Pacul Sebut Pernyataan Agus Rahardjo soal Intervensi Jokowi Kedaluarsa: Motifnya Apa Coba?

Menanggapi sorotan sejumlah pihak, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menegaskan bahwa sebuah kesaksian tidak dapat berdiri sendiri. Karena itu diuji pihaknya di dalam persidangan.

"Dalam proses pembuktian tentu hakim akan melihat kesesuaian keterangan satu saksi (Nazaruddin) dengan saksi lainnya, dan juga dengan bukti lainnya. Karena memang keterangan satu saksi tidak dapat berdiri-sendiri," kata Febri kepada awak media, Rabu, 22 November 2017.

Yasonna Dorong Forum Pengembalian Aset Korupsi Century dan e-KTP di Forum AALCO

Saat ini, lanjut Febri, KPK akan terus memantau proses persidangan e-KTP, yang saat ini tengah membuktikan kesalahan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Apa saja fakta-fakta yang muncul dan keterangan para saksi yang dihadirkan.

"Nanti dalam proses ini tentu akan diuji hingga selesai dan dipertimbangkan oleh hakim," kata Febri.

Setya Novanto Dapat Remisi Idul Fitri, Masa Tahanan Dipotong Sebulan

Sebelumnya, saat bersaksi untuk terdakwa Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 20 November 2017, Nazaruddin juga menyampaikan keterangan yang dinilai sejumlah pihak cukup janggal. Mengenai Ganjar Pranowo, misalnya.

Soal Ganjar

Merujuk BAP-nya di KPK, Nazaruddin mengaku melihat langsung Gubernur Jawa Tengah itu, menerima langsung uang USD 500.000 dari Mustokoweni di ruangan kerjanya waktu proyek e-KTP 2011-2012 bergulir.

Soal pemberian uang dari Mustokoweni ini, Nazaruddin mengklaim persitiwa itu terjadi pada September-Oktober 2010. Padahal, Mostokoweni diketahui publik meninggal dunia pada 18 Juni 2010 atau tiga bulan sebelum peristiwa yang diklaim Nazaruddin.

Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakir, mengatakan keterangan Nazaruddin terkait Mustokoweni itu harus dikroscek kembali soal waktu dan tempatnya.

"Kalau dia (Nazaruddin) ternyata keterangannya tidak konsisten dan 'orang mati' (Moestokoweni) pun masih dianggapnya hidup, dia bisa dijerat kesaksian palsu," kata Mudzakir.

Menurut Mudzakir, kesaksian tidak jelas yang digunakan sebagai alat bukti untuk memidanakan orang sangatlah berbahaya. Itu menurutnya ada konsekuensi hukumnya bagi si pemberi keterangan.

"Bahaya itu bila memberi keterangan palsu dan membuat orang masuk penjara dan tersangka," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya